KitaBersamaJokowi versus JanganTunggu24, Brisiknya Politisasi Pandemi
Pandemi covid19 sudah mereda dan cukup menjanjikan. Tiba-tiba, rencana pemerintah berantakan, karena adanya provokasi larangan mudik. Berseliweran, kapan lagi ketemu orang tua, mudik sekali saja dilarang, dan seterusnya membuat keadaan tidak terkendali.
Eh kini, usai pilpres, dan bergabungnya Prabowo sebagai simbol rivalitas mutlak pemilu diharapkan selesai, tidak menjadi kenyataan. Dua litas lagi lahir, hari-hari ini riuh rendah #JanganTunggu24 dari satu kubu, dan sebaliknya merespons dengan #KitaBersamaJokowi.
Jokwi jelas bukan malaikat, sangat mungkin terbuka salah dan keliru dalam mengambil keputusan mengenai apapun itu. Apalagi pandemi ini, mana ada yang sudah bisa mengaku sukses dan aman. China sekalipun belum bisa mengaku selesai. Lihat Singapura yang ketaatan warganya bagus saja kembali terhempas.
Amerika lagi, yang memang mengagungkan kebebasan, wajar kalau jatuh kembali. Mereka mendewakan kebebasan pribadi, maka masker dan vaksin juga susah digalakkan. Ini mirip-mirip di sini.
Eropa, Italia, Inggris, Spanyol, kembali seperti awal pandemi. Kurangnya apa mereka, kemampuan, pengetahuan, kesehatan, jelas jempolan. Toh masih juga jatuh bangun. Apalagi jika bicara India yang 11 12 dengan kemampuan, perilaku, dan tabiat di sini.
Artinya, tidak ada satupun pemimpin di dunia ini yang bisa mengaku sudah berhasil, sukses, dan perlu menjadi rujukan satu-satunya penanganan covid 19. Ketika pemerintah memutuskan, dan kemudian lahir kontra, asal berlawanan tanpa melihat realitas yang ada.
Gagasan lock down, sejak awal saya tidak percaya hal ini bisa dilakukan. Begitu banyak dalih yang disampaikan. Lihat saja hanya pembatasan saja ributnya minta ampun. Ini soal ketaatan dan kehendak untuk mendengarkan.
Masalahnya adalah kepentingan.