[CerMin] 2021, Kukira dan Seandainya 2012
Semester kedua 2021 aku merasa ada pada titik balik. Usai keluar dari pekerjaan lama dengan alasan yang tidak perlu menjadi konsumsi publik, aku kini merintis sebuah lembaga nirlaba. Ini adalah upaya silih atas kesalahanku pada banyak pihak pada masa lalu. Hidupku aku kembalikan kepada sesama dan Tuhan. Jatuh bangun dalam karir, pun keluarga aku alami.
Orang tua, sebagai orang dulu, tidak mau mengatakan kuno apalagi kolot, toh ada baiknya juga. Tahun 12, kala aku ada pada puncak karir, mengejar jabatan demi jabatan, namanya juga laki-laki, di mana pekerjaan adalah segalanya.
Semua harus berakhir, ketika berhadapan dengan ultimatum Ayah yang menghendaki aku menikah. Iya, usai dilampaui satu adikku, kini tidak boleh lagi terlewati adik bungsuku. Dilangkahi satu sih masih wajar, kalau dua itu pamali.
Kala adikku meminta ayah untuk diizinkan menikah, titah itu harus aku jalankan. Segera menemukan pelabuhan itu apapun risikonya. Keputusan yang jelas sangat gegabah dan ngaco sebenarnya.
Kini, 21, sembilan tahun berlalu, semua seolah berjalan biasa, normatif, bukan normal. Tampilan kami baik-baik saja, hanya orang terdekat yang tahu bahwa kami ada dalam masalah dan tidak baik-baik saja.
Kolegaku, rekan-rekan istriku semua ribut mengapa kami tidak punya anak. Oh iya, usai menikah, aku memutuskan untuk berhenti pada karir. Tabunganku cukup jika hanya untuk hidup biasa, bukan sederhana, catat itu. Hidup biasa. Konteks biasa itu yang sewajarnya, apa yang kami butuhkan tersedia tidak kekurangan suatu apa.
Berangkat dari nol benar. Orang tuaku, yang melihatku tidak pada posisi aman lagi, ikut terlibat dengan ketersediaan kebutuhan dasar kami yang perlu beaya banyak. Jalan yang memang kami tempuh tanpa banyak persiapan, apalagi pengenalan pribadi secara mendalam.
Waku itu, tahun12 memang aku dekat dengan banyak lawan jenis. Mau gadis lajang, punya pasangan, atupun yang sudah pernah mengalami kegagalan. Ada pula yang ditinggalkan dan perpisahan abadi dengan suaminya.
Aku meyakini ini adalah kehendak Ilahi, ketika aku memilih seorang janda dengan tiga orang anak. Pilihan yang bagi banyak orang itu adalah sebuah kesalahan, kebodohan, dan kecelakaan yang amat fatal. Tanpa mereka tahu latar belakang dan keadaanku yang sesungguhnya.
Sembilan tahun yang bak neraka ketika berdua di rumah, dan bak pasangan sangat serasi bagi orang-orang di luar sana. Ingat, yang tidak tahu dengan baik apa adanya kami. Ke mana-mana kami berdua, apalagi resepsi dan acara formal lainnya. Ideal yang sejatinya rapuh dan kamuflase.