Kemarin, ada ibu-ibu ngamuk dan mengumpat dengan kata-kata kaki empat. Jadi kepikiran, jangan-jangan nanti jadi duta etika, duta bahasa elok, atau duta entah apanya. Mengapa? Karena demikian banyak duta-dutaan di sini berasal dari para pelaku pelanggar hukum dan aturan.
Ada siswi SMA yang marah pada polwan bertahun lalu, merasa pamannya ada bintang dua di kepolisian. Ujungnya malah jadi duta.
Dewi Persik yang ngotot menggunakan jalur Transjakarta diangkat jadi duta Transjakarta. Kolega artisnya, Zaskia Gotik yang menggunakan Pancasila untuk bahan candaan, pun jadi duta Pancasila.
Baru-baru ini ada dua berkaitan dengan protokol kesehatan yang dijadikan duta, usai menjadi penolak aksi positif dengan prokes. Satu, petugas di sebuah masjid yang merasia pengguna masker. Eh dijadikan duta penggunaan masker.
Kedua, orang yang memaki orang bermasker di pusat perbelanjaan, yang ia anggap sebagai sia-sia. Lagi dan lagi, jadi duta prokes.
Agak lama, ada orang main sepeda motor yang membayahakan di jalanan. Apa yang terjadi? diberi motor dan jadi duta, entah duta apa, gak perhatian. Sudah malas membaca hal demikian.
Pengamat dari Unair Surabaya, mengatakan bagaimana pelanggar menjadi duta? Mau menggerakkan, menganimasi, memotivasi bagaimana, jika publik malah bisa jadi mencibir dan malah sudah tidak lagi percaya.
Beberapa hal layak dilihat lebih dalam,
Pertama. Ini soal identitas. Jangan-jangan sudah demikian kritis identitas bangsa ini. Susah membedakan mana baik dan buruk. Mana benar dan salah, sikap yang tercermin dari banyak aspek kehidupan bersama.
Tata negara, de jure adalah presidential, namun faktanya dewan alias legeslatif demikian kuatnya. Pada sisi lain mereka adalah sapi ompong yang tidak pernah ngapa-ngapain.
KPK di mana lembaga yang berjibaku pada urusan menangani korupsi, toh banyak kejanggalan dan keanehan dan sangat mungkin adanya praktek korupsi dalam aneka bentuknya di sana. Ini kan sangat ngaco.