Cukup aneh dan lucu, ketika pandemi masih paling tinggi, Anies Baswedan malah keliling Jawa. Baru kali ini ada seorang gubernur melakukan tur bak presiden. Entah mau mengukuhkan diri sebagaimana klaim fansnya, sebagai gubernur rasa presiden.
Eh di daerahnya malah ada pesta kemenangan piala yang sebenarnya sangat tidak layak. Hanya turnamen. Malah bisa jadi ini adalah sebuah skenario. Mosok tidak belajar dari India. Kesuksesan pemerintah bisa langsung mentah.
Ada beberapa hal yang layak dicermati betapa ngaconya ini;
Pertama, ia berkeliling, ada mobilitas antardaerah, di mana ia pernah mengaku positif, kebenarannya sih susah diperoleh karena model yang memang tidak jelas. Nah potensi diri sebagai pembawa atau mendapatkan penularan sangat besar. Jangan samakan dengan presiden yang berkeliling, itu memang tugasnya. Jangan pula lupa kualitas jaminan kesehatan presiden jauh lebih terjaga.
Kedua, tugas, wewenang, dan tupoksinya kan kepala daerah sudah jelas. Benar, kunjungan itu tidak dilarang. Tetapi bagaimana pertanggungjawaban atas daerahnya itu yang utama. Merasa diri sebagai presiden juga boleh, tetapi, bagaimana daerahnya itu sudah baik atau belum, juga lebih penting.
Ketiga, ini sebuah gaya untuk "menantang" dan memancing aksi dan reaksi dari pusat. Mau dipermainkan, mau menjadi alat politik. Ingat, bagaimana ngaconya ia ketiga awal pandemi. Bahkan juga hingga kini.
Keempat. Persoalan Persija tentu ia sudah tahu, Jika tidak paham akan seperti apa, tentu staf dan juga Forkompimda akan memberitahukan. Ini soal kualitas dan kapasitas memang. Ingat, ketika Rizieq pulang, bagaimana sikapnya. Persoalan yang berulang.
Kelima, membuat posko di Solo. Seolah adalah kemenangan karena mendahului calon lain. pun itu kandang utama Jokowi. Jadi mau menyatakan, ini lho, kandang utama sudah dikuasai. Ha..ha.... ha...
Jangan lupa, Prabowo-Sandi juga sudah melakukan itu dan ujungnya juga kalah. Ini soal pengulangan lagi yang memang karena penasihat politiknya tidak mau susah-susah. Memainkan narasi yang sama terus.
Keenam, 2024 dan pilpres masih terlalu jauh. Mengapa harus aneh-aneh? Ya karena 22-24 ia sudah tidak punya panggung. Capaian juga tidak cukup meyakinkan sebagai sarana untuk mencapaai sesuatu. Aneh-aneh dan politik cemar asal tenar adalah satu-satunya jalan.
Hanya sebuah upaya menahan bahwa pendukungnya selama ini tidak lepas. Padahal tidak cukup banyak. Hal yang sejatinya sia-sia. Begitu banyak calon lain yang memiliki reputasi jauh lebih menjanjikan dilihat dari kinerja dan rekam jejaknya.