Rhoma Irama: Bukan Kapasitas, Tidak Menolak, Emoh Cedhak Kebo Gopak
Upaya pengacara Rizieq atau MRS untuk mencari pertolongan makin berat. Usai Hotman Paris menolak, dilanjutkan Yusril lebih sadis lagi dengan pernyataannya. Kan sudah kafir sana ke Pak Prabowo, kini dengan bahasa amat halus Rhoma Irama menyatakan hal yang esensinya sama. Menolak.
Rhoma benar, mengatakan bahwa bukan kapasitasnya untuk menjadi saksi ahli. Sebenarnya lebih ngaco itu logika pengacaranya, bagaimana ia mengatakan, kalau Rhoma Irama itu sering mengadakan acara Maulud Nabi dan ceramah. Kemudian dilanjutkan dengan bahwa baru kali ini acara Maulud dilarang. Laik dilihat dua hal ini, bagaimana logika dan nalar itu dibangun.
Pertama, soal Rhoma biasa mengisi ceramah, pengajian, dan itu dinilai sebagai ahli. Bagaimana bisa orang yang biasa mengisi ceramah dianggap ahli soal Maulid. Ingat, ini soal peringatan di tengah pandemi. Jadi yang jadi ahli itu soal penilaian mengenai acara dan di tengah pandemi. Benar apa yang Rhoma Irama nyatakan, bahwa ia bukan kapasitasnya untuk menjadi ahli.
Bisa atau mungkin ia ahli dalam mengisi acara Maulid, namun apakah ia memiliki kapasitas untuk menilai acara itu boleh dan tidak, di tengah pandemi. Ingat ini soal khusus bukan hal yang biasa dan normal.
Kedua, Maulid atau acara keagamaan yang dilarang. Lagi- lagi sesat logika yang memang sudah biasa mereka lakukan. Contoh bagaimana narasi kriminalisasi ulama, maka kini tampil meme jangan jadikan kriminal sebagai ulama. Lompatan logika, bias data yang disengaja. Mereka tentu paham, bukan acara agamanya yang dilarang, tetapi bagaimana acara itu harus taat aturan dan protokol kesehatan.
Toh gereja kami yang taat protokol kesehatan, umat hanya n seperempat kapasitas, semua bermasker, cek temperatur badan, cuci tangan, penyemprotan tangan, tetap saja Natal kemarin kami tutup karena kawasan itu ada ledakan penderita. Tidak ada pernyataan Misa Natal dilarang, karena memang tidak dilarang. Kesadaran.
Cek saja seluruh Indonesia, toh acara-acara keagamaan ada, tidak ada yang melarang aktivitas itu, malah cenderung ini adalah pengakuan secara tidak langsung, kalau mereka biasa melarang acara pihak lain dengan asumsi dan pretensi sendiri.
Narasi yang dibangun menyesatkan. Acara keagamaannya boleh, silakan, yang dipersoalkan adalah dampak dari acara yang dilakukan dengan seenaknya sendiri di tengah pandemi. Benar bahwa pengacara itu tugasnya meringankan kliennya. Namun ya jangan memfitnah atau memutarbalikan fakta demikian lah. Cara yang legal dan dengan penuh etika.
Emoh Cedhak Kebo Gopak.
Kini, ketika FPI dan MRS makin terdesak, siapa sih yang mau mendekat. Tidak ada lagi yang mau ikut susah payah di dalam menanggapi atau memperjuangkan kebebasannya. Kondisi MRS itu sudah sangat lemah, tersudut, dan kini semua lembaga fokus pada upaya untuk memerangi keberadaan ormas yang memang rekam jejaknya tidak benar. Diperparah dengan keengganan mereka mencantumkan Pancasila sebagai dasar kegiatan. Cita-cita mengganti ideologi dan sudah dalam aksi yang berulang.