5 Alasan "BEM UI" Perlu Dipertanyakan Mengenai FPI
Usai tahun baru, tiba-tiba "BEM UI" menyuarakan mengenai pembubaran FPI yang sudah berlangsung sejak akhir tahun. Mengapa menarik dilihat adalah beberapa hal sebagai berikut;
Satu, konon mereka yang bersuara ini sudah bukan lagi BEM yang legitimasi. Mereka sudah ada yang menggantikannya. Artinya, mereka cenderung tidak lagi sepenuhnya memiliki hak dan kapasitas untuk bersuara dengan menggunakan atribut organisasi mahasiswa, tanpa melibatkan ketua dan pengurus terpilih.
Keberadaannya yang dengan cepat terkuak karena kecepatan netizen dalam mengulik fakta membuat mereka langsung tersudut dengan telak. Aktivis tanpa naungan lembaga, organisasi, dan kelompok sama juga sapi ompong. Suara keras namun tidak berdampak.
Dua, SKB itu bukan membubarkan, namun lebih jauh adalah melarang seluruh aktivitas, atribut, dan simbol-simbol FPI. Semua itu terjadi karena sudah masuk pada tataran terlarang. Tidak ada pembubaran karena sudah bubar dengan sendirinya ketika ormas ini tidak mengurus perpanjangan izin yang sudah habis masa berlakunya. Dua kondisi yang berbeda.
Bubarnya ormas ini dasarnya bukan SKB yang membuat ormas ini tidak lagi memiliki legitimasi, namun karena tidak memperpanjang izin sama juga dengan membubarkan diri. Apa iya mahasiswa hukum tidak paham dengan istilah demikian?
Tiga, ada dua profesor hukum tata negara yang terlibat di dalam pembuatan SKB dan dengan kata akhir melarang seluruh hal yang berbau FPI. Mereka memiliki staf dan kolega yang pastinya tidak akan main-main. Rekam jejak mereka berdua saja sudah menghadapi sengketa sekelas pemilihan presiden. jauh lebih rumit, pelik, dan pelakunya sudah ahlinya ahli, mereka terlibat di sana. Kalau hanya soal ormas ilegal tentu tidak begitu susah.
Bandingkan dengan mahasiswa yang kuliah saja belum kelar. Ingat ini bukan soal masalah gila hormat atau gila gelar, namun bagaimana pola pikir mahasiswa dan mahaguru tentu saja berbeda. Mahasiswa cenderung emosional, sektarian, dan sepihak. Jauh berbeda dengan ahli, pakar, yang terlibat di sana. Ada banyak masukan yang tidak hanya melihat sisi yang sedikit, namun jauh lebih luas.
Sama juga dengan melihat dari rumah dengan satu lantai dengan lima lantai, akan lebih jelas, gamblang, menyeluruh yang dari tingkat yang lebih tinggi. Sisi emosional, pemetaan masalah, pengalaman, dan pengetahuan jelas jomplang.
Empat, FPI sendiri tidak berani menuntut ke PTUN artinya mereka sndiri telah melihat peluang itu habis. Mengapa? Begitu panjang rangkaian "kekalahan" mereka itu derita. Masuknya MRS ke bui itu jelas sangat telak dan mereka sudah kehabisan sebagian besar energi. Belum lagi pengungkapan kasus-kasus lama dan kasus baru, baik secara organisasi, FPI-nya atau para elit mereka.
Satu demi satu masuk panggilan Polda atau Bareskrim Polri. Belum pernah kejadian seperti ini. mereka paham, sumber dana dan sumber daya mereka tidak akan mampu menghadapi begitu banyak kasus yang membelit. Jika bisa meladeni mereka akan kuwalahan. Permintaan bantuan hukum pada pihak-pihak yang sekiranya berimbang dengan negara sudah ditolak, Yusri dan Hotman. Jelas ini adalah kekalahan makin mutlak bagi mereka.