Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Setua Itukah Fadli Zon?

Diperbarui: 26 Oktober 2020   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tuakah Fadli Zon?

Menarik pernyataan Fadli Zon yang "membela" Sugik Nur dan menyamakan penegakan hukum hari ini dengan masa penjajahan. Aneh, lucu, atau maaf culun sih? Bagaimana ia mengatakan kalau telah terjadi penistaan akan konstitusi, hukum, demokrasi, dan HAM. Apanya yang menarik?

Berapa banyak sih yang terkena UU ITE, dan mendapatkan perhatian penuh dari Fadli Zon? Layak dicermati. Lihat dulu, ketika kasus Ahok, bagaimana sikapnya? Buni Yani, atau Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani? Apa yang ia lakukan?

Fadli Zon membela bak babi buta, ketika itu terjadi pada tahapan penangkapan, tersangka, namun lebih dari itu hilang bak ditelan bumi. Ingat kasus yang telah tersebut di atas. Ke mana ia dan koleganya, ketika Ratna Sarumpaet atau Buni Yani menjadi terdakwa, apalagi terpidana. Apa implikasinya?

Ya jelas hanya kepentingan dia yang diperjuangkan dengan menunggani keberadaan kasus yang sedang terjadi. Fadli Zon mau menjadikan kasus Sugik Nur sebagai sarana mendapatkan keuntungan. Silakan saja tunggu dua atau tiga bulan ke depan. Mana ada perhatian atau Fadli ingat ada kasus ini. Khas dan sama dengan  kisah-kisah yang sudah terjadi.

Penghianatan konstitusi yang mana ya? Konstitusi kog sudut pandangnya pada kepentingan sesaat dan sesat dirinya sendiri. Coba saja dilihat, apa yang ia lakukan ketika menjadi pimpinan dewan, apakah mempersalahkan UU ITE dan kemudian mengajak untuk merevisi atau malah mengamandemen UU yang kini ia "nilai" sebagai sebuah kesalahan.

Pelanggaran HAM. Lucu dan aneh, ketika ada penegakan hukum, dijamin konstitusi, dan itu jelas-jelas faktual, eh dinyatakan melanggar HAM. Apakah bagi Fadli memaki, memfitnah itu diperbolehkan oleh konstitusi dan boleh oleh azas HAM? Jika demikian, apa gunanya konstitusi, hidup saja di hutan dengan hukum rimba. Siapa kuat menang dan bisa membinasakan yang lemah.

Jangan lupa, NU dengan jajarannya juga mendapatkan perlindungan HAM. Ingat tudingan itu dengan analogi sopir, kru, dan penumpang, berarti ada pribadi-pribadi yang dipersamakan dengan yang menjadi analogi oleh Sugik Nur. Artinya mereka juga mendapatkan perlindungan HAM, bukan hanya Sugik Nur, jangan standart ganda demikian.

Data yang terjerat UU ITE, aneh, lucu, dan lagi-lagi standart ganda, ketika itu pada kubu yang sama dipakai UU ITE menjadi masalah. Ketika kubu berbeda  menjadi andalan. Sepakat jika UU ITE dan pasal pencemaran nama baik ada masalah. Jauh lebih bijak, apalagi politikus gede, lakukan penyempurnaan UU dan pasalnya, bukan hanya teriak-teriak ketika menguntungkan diri dan kelompoknya secara politis.

Punya jalur, memiliki kesempatan membenahi, buat apa teriak-teriak. Jauh lebih baik dan benar itu lakukan perbaikan, penyempurnaan, sehingga tidak melanggar HAM, melanggatr konstitusi, dan merasa seperti ada penjajah.

Ketika ada dugaan pelanggaran nama baik, atau bahkan fitnah, ada dua kubu, satu pelaku dan posisi lain adalah korban, obyek, atau sasaran. Apakah hanya pelaku ketika satu barisan dianggap pasti benar dan malah produk UU yang ada dinilai salah, tetapi ketika obyek atau sasaran yang kena itu yang satu garis perjuangan hal yang bertolak belakang yang menjadi penilaian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline