Beberapa hari terakhir, hingga hari ini, masih cukup heboh mengenai Bu Tejo dan apa yang ditampilkannya. Kelihatannya karena kita banget, ingat kita bukan KAMI, jadi mengenai masing-masing pribadi, banyak yang tersentil dan mengakui bahwa iya banget, diri sendiri begitu. Tidak lagi merasa malu, karena komunal.
Eh tidak lama kemudian ada salah satu yang merasa pemimpin muda, seolah bintang yang sedang mentereng, mengatakan, Jokowi, ingat Jokowi, bukan pemerintah, mbok fokus pada penanganan covid, bukan hanya ekonomi semata.
Jadi ingat, di awal pandemi, si tokoh muda ini mengatakan melalui puterinya, perlu memilih lock down. Padahal terbukti kini, lock down bukan pilihan tepat. Pertumbuhan ekonomi, ketika ide lock down didengungkan bisa bertahan pada posisi positif di tengah trend dunia dan negara yang menerapkan lock down jatuh pada pertumbuhan negatif.
Eh malah kini menelorkan gagasan yang lagi-lagi identik. Bu Tejo dalam salah satu yang menjadi pembicaraan, wong saya juga belum melihat, pemimpin yang solutif. Menarik. Singkat, jelas, dan padat.
Kita, mengagung-agungkan demokrasi, oposan dari segala oposan mengemukanan ide, gagasan, dan cenderung nyinyiran, asal berbeda dengan pemerintah, Jokowi. Pemerintah itu tentu jauh lebih banyak memiliki masukan, informasi dari segala sisi kehidupan bernegara punya.
Ekonomi, hankam, politis, kesehatan, budaya, sosial, semua menjadi rujukan, masukan, dan akhirnya adalah keputusan. Buat apa ada BIN dengan segala kinerjanya kalau bukan untuk pemerintah. Tidak usah naif, jika bicara BIN tidak semata hanya bicara keamanan dan pertahanan, tetapi juga potensi ancaman dari segala kemungkinan. Kini pun BIN pasti bekerja, mengadakan analisis, dan kemudian memberikan masukan kepada presiden dan pemerintah.
Menteri-menteri pun fokusnya pada pandemi. Mau menteri ekonomi, ataupun bukan semua berdasarkan untuk menangani pandemi. Mereka tentu sudah mengadakan pendalaman segala aspek keilmuan dan profesionalisme dalam bidang dan karya mereka. Menteri bidang ekonomi tentu akan mengadakan evaluasi, perencanaan, dan akhirnya program agar ekonomi tetap berjalan.
Mereka tidak akan melupakan rekan kerja mereka, menteri kesehatan, dan juga menteri sosial, menteri pertahanan, bagaimana ekonomi tetap berjalan, keamanan terjamin, dan juga kesehatan tidak menjadi lebih buruk. Yakin, lebih dari segala keyakinan, jika pemerintah tidak akan abai soal kesehatan, pandemi, hanya demi ekonomi.
Logikanya begini, mengapa mengejar capaian, target ekonomi, jika kesehatan dan keselamatan warga terganggu, bahkan terancam. Hal ini sudah dibuktikan Jokowi dan pemerintahan selama ini. indikasi paling jelas ya soal ketenaran dan popularitas. Ingat pilpres menjadi sulit bagi Jokowi karena mengambil banyak keputusan tidak populis. BBM satu haga itu bagi orang Jawa dan biasa mendapatkan subsidi jengkel. Toh gejolak hanya sekejap.
Jika mau mengejar tenar dan aman pada pilpres, turunkan saja harga BBM, tarif dasar listrik, dan pemilih akan berbondong-bondong. Toh tidak demikian. naikan gaji PNS-ASN, semua pasti suka cita. Populisme yang tidak diambil Jokowi.
Pun pembangunan luar Jawa itu mahal, baik keuangan dan jugapolitik. Toh dipilih karena keharusan. Keadilan sosial bagi seluruhnya, bukan bagi Jawa. Lihat tuh jalan tol di mana-mana ada. Tidak jamina suara, termasuk di Sumbar dan Jabar, toh dilakukan. Ini soal pilihan politik yang semestinya.