Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Tidak Beruntungnya Amien Rais, Si Politikus Ulung

Diperbarui: 11 Mei 2020   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak Beruntungnya Amien Rais

Awal tahun kembar 2020 bukan semata pandemi yang membuat meriang banyak pihak. Amien juga mengalami ketika partai yang ia inisiasi kini tidak lagi sesuai dengan skenarionya. Mirisnya kini ada di tangan besan sendiri dan di dalam gerbong yang berbeda ia harus berhadapan dengan besan dan anak. Pilihan anaknya yang berseberangan dengan anak yang lain tentu tidak mengenakkan.

Upaya mempersatukan jauh dari harapan, ketika anak-anaknya, kecuali Muntaz sebagai menantu Zulhas memilih mendukung dan ada pada kubu mertua. Miris, dengan pernyataan  adik bagi kakak, dan adik-adiknya yang mendukung Amien Rais dengan memilih keluar sebagai politikus cengeng. Mutungan, ngambegan, dan itu tidak menakutkannya. Pasti akan lahir ribuan kader lain yang lebih dewasa.

Loyalis dan barisan Amien Rais memilih opsi membentuk partai baru. Sah, legal, dan tentu wajar. Sangat mungkin demikian. alam demokrasi tidak ada yang salah. Semua dijamin UU. Miris sebenarnya jika melihat reputasi, kapasitas, dan pengalaman Amien Rais. Pendidikan, aktivitas, dan jaringanpun demikian mumpuni.

Lulusan Amerika Serikat, bayangkan saja, Jokowi kalah jauhlah jika berbicara mengenai pendidikan. Pun Zulhas bukan apa-apanya. Gus Dur pun tidak setara. Namun soal pulung siapa yang tahu. Ia yang pada 97-98 itu seolah menjadi tokoh paling gede dan sangat mungkin menjadi presiden. Aksi demi aksi ia ada, dan ketika Soeharto akhirnya tumbang. Lebih percaya diri pada masa transisi pemerintahan BJ Habibie.

Pemilu yang melahirkan PAN seolah akan menjadi gerbang ke tampuk kepresidenan. Siapa yang tidak kenal Amien Rais pada waktu itu. Kini orang yang berusia kisaran 35 ke atas akan paham bagaimana  tenarnya Amien Rais. Gaya kampanye PAN yang rapi, tertib dengan koreografi yang indah dan semarak sangat menjanjikan. Kampanye sebelumnya P3 dan PDI yang terkesan kasar, keras, dan menjengkelkan berubah jika melihat aksi PAN.

Seragam putih dengan asesoris biru, bendera putih dengan matahari biru menyejukkan. Ada hal yang baru. Parade motor pun tertib dan rapi. Tidak ada raungan knalpot, teriakan minta jalan, dan memaksakan kehendak seperti sebelumnya. Harapan besar.

Ternyata, di bilik suara mereka tidak cukup meyakinkan masyarakat untuk memiliki pemilih yang cukup untuk mengusung calon sendiri. PDI-P dengan Megawati dan  Golkar dengan Akbar Tandjung lebih kuat dengan basis suara parpol yang lebih gede. Manufer Amien bersama dengan Fuad Bawazier membuat poros tengah dan mengusung Gus Dur sebagai calon alternatif.

Mega yang sangat polos tertelikung di persimpangan atas kelincahan Amien Rais di dalam membangun berbagai-bagai narasi. PDI-P pun tidak kalah naifnya sebagai partai baru yang minim pengalaman, menghadapi teksbook ala Amien Rais dan kawan-kawan sebagai politikus teroritis. Tetap lebih menang. Salah satu tokoh yang tersingkir sebelum Mega adalah Akbar Tandjung.

Separo periode gunjang-ganjing kembali merebak, dan Gus Dur dijatuhkan oleh MPR dan Amien Rais adalah ketuanya. Megawati sebagai wakil presiden naik dengan didampingi Hamzah Haz sebagai wakil presiden yang baru. Keduanya sama sekali jauh dari kapasitas Amien.

Pemilu berikutnya Amien berjuang melalui pemilihan langsung. Toh apa daya, kalah dini terhadap pemain baru yang bernama SBY. Tidak sampai putaran kedua. Siapa sih SBY jika dibandingkan dengan Amien Rais jelas bukan apa-apanya. Ia ke luar dari panggung utama. Cukup pendiam pada sepuluh tahun pemerintahan SBY.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline