Yudhoyono Generasi Ketiga pun Sudah Mulai Molitik dan Paradoksalnya
Surat terbuka oleh Almira Yudhoyono, puteri sulung AHY kepada Presiden, sebagai tugas sekolah katanya, baik dan sah-sah saja. Toh sah pula jika ada yang melihat ini sebuah langkah politik dan mungkin polisasi tugas sekolah. Ingat namanya orang politik sangat terbuka potensi dan tafsir politik juga masuk di sana.
Bahasan bukan benar tidak ini tugas sekolah, biarlah itu ada yang membahas. Pokok ulasan artikel ini soal politik dan politisasi dari apa yang dilakukan Yudhoyono, mau Almira, AHY, atau SBY. Pelaku adalah orang-orang politik, jadi layak dilihat sebagai laku politis pula. Mau anak-anak atau simbah-simbah, sama saja.
Beberapa hal yang layak dicermati, apalagi narasi AHY yang menjadi pengantar surat tersebut dan menjadi penjelas apa di balik itu. Lekat aroma politis dari sekadar tugas anak SD lagi.
KPAI, yang biasanya ganas dan trengginas menyoroti perilaku anak-anak. ingat soal audisi Djarum untuk atlet cilik, atau Kakek Seto yang demikian gencar menyuarakan perlindungan anak. layak ditunggu seperti apa yang seharusnya disikapi. Tidak ada yang salah sebagai tugas, namun ketika sudah memainkan dan dipermainkan narasi politik? Jangan kaget nanti Almira menjadi bahan bullyan, dan ketika mereka baru bereaksi, mereka sudah salah langkah. Tekat dan menambah bukan menyelesaikan masalah.
Jika benar itu tugas sekolah, berlebihan jika harus menujukan kepada pemerintah atau Jokowi. Mengapa? Tugas negara sudah begitu berat, mosok harus juga menanggapi tugas anak SD. Benar itu tugas, dan kewajiban pemerintah pula, namun bagaimana jika seluruh guru, sekolah melakukan hal yang sama. Diknas perlu melihat ini sebagai sebuah perhatian. Mereka juga bagian dari penyelenggara negara, lakukan pembelaan, jangan hanya diam saja.
Mengenai lock down, tidak usah berpanjang lebar alasan politis, ekonomis, sosial, atau apapun itu. sudah lewat dan tidak lagi menjadi urgensi saat ini. Justru lebih menarik adalah apa yang dilakukan oleh ayah dan kakek dari si pembuat surat. Mereka mengadakan kongres nasional lho, ketika pandemi sudah mulai menyerang.
Jelas lebih penting menerangkan ini oleh AHY kepada puterinya, dari pada bernarasi "memaksa' negara untuk mengambil keputusan ugal-ugalan. Jelas saya bukan menyalahkan si murid, namun pendamping yang jelas sangat tidak bijaksana.
Ingat, ada kader Demokrat yang positif di sana. Jangan sok lupa dan kemudian menimpakan pada pemerintah tanggung jawabnya. Atau malah memaksakan kondisi dan penanganannya dengan lock down, karena usai kepentingannya? Jelas ini model perilaku kanak-kanak.
Entah apa yang akan dilakukan pihak kubu sebarisan Demokrat, jika itu yang membuat surat Jan Ethes. Pasti tidak akan mau tahu soal surat atau tugas. Pengecaman eksploitasi anak, menggunakan cucu atau anak untuk berpolitik, dan seterusnya.
Ingat fokus ini bukan pada Amira, namun perilaku AHY dan Demokrat. Karena yang memviralkan justru AHY, bukan si anak, atau sekolah, atau siapapun. Ungkapan, kata, pilihan itu politis Demokrat dan AHY. Padahal bisa menjelaskan, bagaimana mereka di dalam rumah selama belajar dari rumah, bagaimana mereka bersyukur memiliki akses internet, ada laptop yang menunjang studinya. Padahal masih banyak anak yang tidak seberuntung dia. Ini jelas lebih manusiawi, khas anak kelas enam SD, bukan pemikiran bapak atau kakeknya diterapkan pada anak-anak.