Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

SBY, Mantan Prihatin dan JK Ribut Melulu, Kapan Covid Pergi?

Diperbarui: 27 April 2020   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SBY, Mantan Prihatin dan Ribut Melulu

Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, mengatakan displin dan gotong royong akan sangat membantu menyelesaikan pandemi covid 19. Dua hal yang masih jauh dari harapan, soal kedisplinan, bagaimana masih banyak pihak yang asal-asalan mengutip dan menyerukan klaim-klaim yang kadang tidak sepenuhnya benar.

Di mana-mana masih banyak kerumunan dan gerombolan orang dengan tidak cukup mendasar alasannya. Malah kadang dicari-cari juga alasan pembenarnya. Apalagi membohongi tenaga kesehatan ketika memeriksakan diri. Perjalanan dari kawasan atau negara merah masih saja berlangsung. Semakin lama bukan membaik malah memburuk. Atau yang memaksakan diri mudik, membohongi petugas keamanan demi bisa melewati batas wilayah.

PSBB yang ngotot melaksakan dan mendapatkan persetujuan pun ternyata masih asal mengajukan tanpa memikirkan apa yang harus dilakukan. Compang-camping data dan perlakukan ini juga soal disiplin. Kedisiplinan masyarakat dan elit ternyata masih sebelas dua belas. Tidak ada bedanya secara signifikan. Memilukan sebenarnya.

Atas nama demokrasi namun juga mengencingi demokrasi itu secara mendasar. Bagaimana bisa mengatasnamakan kebebasan namun juga menerabas kebebasan hidup bersama orang lain. Mana ada sih memaksakan kehendak kog demokrasi dan HAM? Taat azas dan konsensus masih jauh dari harapan. Begitu kog mau meniru Vietnam. Gagasan, ide, dan wacana itu juga ada dasar dan tujuannya, bukan asal bicara.

Meniru sana atau contohlah sini, tanpa mau tahu perilaku, latar belakang, keadaan dan kondisi masing-masing berbeda, ya omong kosong. Satu yang mendesak saat ini, disiplin dan gotong royog, kerja sama, bukan sekadar kerja bersama-sama.

Bagaimana bisa kerja sama, atau gotong royong, ketika elit saja memikirkan kepentingan diri, kelompok, dan panggung politik terus. Sepakat jika pemerintah dan tim masih banyak kesalahan di sana-sini. Nah tugas rakyat, elit, parpol atau mantan pejabat ya memberikan masukan, bukan konpras konpres, atau menggunakan media sosial untuk curhat ini dan itu. Nah ini  mantan dan SWJ jadinya main dunia yang sama. Ribet iya, bencana tetap laju kalau demikian.

SBY, lagi-lagi mengusik kenyamanan penanganganan pandemi ini. Menyoal  bantuan. Masyarakat membanding-bandingkan bantuan. Halah sudahlah era BLT juga ngaco, tidak usah mendikte ini dan itu, zaman berubah. Kini jauh lebih baik, ada kesalahan adminsitrasi itu pelaku dan petugas lapangan. Ada tiga hal yang patut dilihat;

Pertama, orang tidak mudah puas dan bersyukur. Apapun yang dilakukan selalu saja salah, kurang, dan mendongak. Hal yang tidak akan pernah selesai, karena orang tidak mau melihat kebaikan. Kata artis medsos mereka ini mata lalat. Yang dilihat dan menjadi pusat adalah kotoran. Di antara kotoranlah mata mereka.

Padahal bisa memilih mata tawon, yang melihat potensi madu di antara kembang. Mengapa memilih mata lalat, ya karena lingkungannya penuh kotoran. Miris.

Kedua, petugas dan pendata yang main pola lama, koneksi dan kolusi. Kedekatan relasional dimanfaatkan. Ini perilaku mental kere, yang melihat gratisan ijo, tidak malu mendapatkan bantuan meskipun mampu. Kolaborasi mata lalat dengan petugas yang memiliki mata yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline