Dua kali JK bereaksi soal pandemi covid dengan gayanya yang begitu, dulu memaksa lock down kalau tidak ingin seperti Italia. Kemarin, mengatakan pemerintah lamban, tidak gesit dalam menyikapi pandemi ini. Negara demokrasi sih bebas mau berbicara apa saja, lha yang fitnah saja bisa, apalagi yang lebih cenderung subyektif.
JK memang dikenal gesit, cepat, dan trengginas. Dalam konteks apa dulu, dan dalam kapasitas bersama siapa? Ini menentukan. Dulu, ketika bersama SBY, ia benar cepat, kadang malah overlap. Kecepatan model pengusaha, siapa cepat ia dapat. Kesempatan kedua tidak akan datang lagi. Wajar karena ia memang seorang pengusaha. Pola tindak yang sama. Latar belakang menentukan.
Jokowi juga dikenal sangat cepat. Thas thes dalam banyak hal. Masih ingat usai penghitungan suara pilpres 2014, Jokowi-JK, menang. Mereka diundang oleh Najwa dalam wawancara, satu pertanyaan, siapa lebih cepat. Jokowi, langsung menjawab dengan cepat, serius, dan tanpa memandang JK. "Cepat saya...". JK terbahak dengan gayanya itu.
Hal yang penting, kendali ada pada RI-2, presiden. Tentu pada paham bagaimana JK ketika bersama SBY. Cenderung membalap dari presiden yang seharusnya tetap di depan. Tidak kaget juga ketika hal itu dipakai untuk jargon kampanyenya menantang SBY-Boediono, Lebih Cepat Lebih Baik. Toh tidak cukup meyakinkan masyarakat pemilih, dan ia kalah. SBY yang dikesankan lamban menang.
Cepat itu Baik
Benar dalam banyak hal, kesempatan, dan momen, kecepatan itu menentukan. Kadang pula cepat belum tentu pas dan bijaksana. Misalnya, kita melewati rombongan atau iring-iringan jenazah, pantas tidak menyalib dengan gas pol dan kecepatan penuh? Tentu saja tidak. Ketika menghindari terjangan banjir atau tanah longsor, ngebut bisa dinalar.
Melihat rekam jejak JK selama ini, bersama SBY dan juga bersama Jokowi. Apakah ada prestasi gemilang JK yang meyakinkan, berkaitan dengan kecepatan itu andalan dan itu harus? Tidak cukup bukti itu. Jika ada, tentu ia akan diajak SBY periode dua, dan juga Jokowi periode ini, beda kasus bersama Jokowi memang. Berbeda kupasan.
Lamban juga Boleh
Benar, tepat, dan bijak itu sangat perlu kehati-hatian. Jangan sampai kebat keliwat. Konteks pandemi ini, akan berbeda jika sudut pandang parsial dipakai. Masing-masing sesuai dengan kepentingan, pola pikir, dan akhirnya simpulan yang sangat mungkin berbeda.
Politik. Sudut pandang adalah mendapatakan kekuasaan, atau mempertahankan. Ingat ini konteks di sini. Secara hakiki padahal seni menata kota, atau menggunakan kekuasaan untuk menyejahterakan warga masyarakat.
Orang politik mau mempertahankan kursinya dengan segala upaya. Sisi lain mau merebutnya. Pertimbangan adalah kekuasaannya aman atau tidak. Berkaitan dengan pandemi. Bagaimana kedudukan itu yang menjadi urusan, mau penting atau tidak, sepanjang kursi diraih atau dipertahankan itu yang mendesak dan penting.