Di Balik Taggar Impeachment Jokowi
Lumayan menjadi pembicaraaan, meskipun sebatas dunia maya, twitter saja. Pada media sosial lain sepi. Pun media online tidak banyak mengupas itu. Sebenarnya hal yang biasa, ketika demokrasi akal-akalan masih berlaku. Ini soal parpol dan golongan haus kuasa, kelompok pemuja ideologi lain, plus gelandangan politik, serta politikus takut belangnya mulai ditelisik oleh Erick, KPK, dan juga Kejaksaan.
Din Syamsudin, dkk telah mengajukan uji materi soal Perpu mengenai penanganan pandemi. Jalur lain yang secara konstitusional diakui dan sah menurut hukum perundang-undangan. Soal motivasi dan lain soal sih bukan menjadi ulasan. Selengkapnya bisa dilihat di sini.
Upaya pembentukan opini banyak dilakukan bahkan jauh sebelum yang namanya covid itu mampir di sini. Gegap gempita untuk mengatakan ada, kemudian pernyataan ditemukan dua penderita positif langsung narasi lock down berkumandang. Tidak salah, ketika itu kepanikan, lha nyatanya orang dan kelompoknya itu lagi-itu lagi, narasinya ujungnya ganti Jokowi. Semua lagi-lagi menyudutkan Jokowi.
Pembatasan sosial dan pembatasan fisik kemudian menjadi pilihan, dorongan lock down masih saja menguat. Eh tiba-tiba mulai banyak bicara permintaan anggaran dan pusat menanggung itu. Pemerintah pusat sebagai penanggung jawab akhirnya memutuskan Pembatasan Skala Besar Bersama (PSBB). Narasinya pun pemerintah lamban, kalah dengan daerah. Ironisnya yang mengatakan itu sama sekali tidak berbuat yang signifikan padahal dengan angka tertinggi dalam semua hitungan.
Potensi masalah diciptakan lagi, ancaman demo dari jutaan buruh. Memang masih pada akhir bulan nanti, masih layak ditunggu akan seperti apa pilihan keamanan, pimpinan daerah, dan pihak terkait soal ini. Orang yang sama dengan tema yang ujung-ujungnya juga ganti Jokowi. Tidak berlebihan jika ada dugaan pemain yang sama di tengah keadaan prihatin ini.
Hari-hari ini ada taggar impeachmentjokowi, siapa biasanya melakukan permainan taggar ini, PKS, HT, dan kelompok mereka, afiliasi sejak 2014 dan pra pilpres 2014 demikian gencar. Apakah akan berdampak besar? Tidak. Sekali lagi tidak. Mengapa? Ramai di dunia medsos belum tentu dalam kenyataan. Berkali ulang, terutama pilpres 2019 membuktikan.
Ada dua hal yang layak kita cermati bersama. Impeachment, itu proses politik. Keberadaan parpol menjadi ujung tombak untuk melakukan aksi ini. Masih sepi, hanya oknum perorangan partai, seperti Fadli Zon dari Gerindra, Masinton PDI-P, atau Mardani dari PKS. Mereka juga tidak cukup masif mengupayakan ini.
Cenderung berbeda narasi masing-masing. Yang menyatakan secara langsung baru Benny K Harman dari Demokrat. Tampaknya ini pernyataan resmi, pola Demokrat dan Benny bukan bicara asal cuap, berbeda dengan nama-nama di atas. Jika benar, berarti baru Demokrat. Kursi dan jumlah suara Demokrat sangat tidak cukup kuat untuk memberikan dampak.
PKS yang biasanya garang pun cukup santai dan senyap. Kekuatan mereka sangat diperlukan untuk melakukan impeacment. Tanpa aksi partai politik dan fraksi nol besar, selain hanya gaungan medsos berisik yang tidak berdampak, selain polusi dunia medsos.
Lebih tidak berdampak lagi, ketika Desmond J Mahendra dari Gerindra komisi tiga, mengatakan kurang cukup alasan logis mengadakan impeachment, pandanganya logis, ketika ia mengatakan partai politik yang mendukung Jokowi masih adem ayem, solid, dan tidak memberikan tanggapan. Ingat Gerindra pun sekarang partai pemerintah lho.