Akhir tahun 15, hiruk pikuk Setya Novanto dengan skandal papa minta saham. Semua orang sudah berpikir pasti Setnov akan jatuh dan habis karir politiknya. Kata-kata Jokowi koppig, dan meminta saham dengan demikian kuat berkembang. Pasti Jokowi akan melemparkan Setnov ke penjara. Nusakambangan sekalian.
Eh ternyata tidak. Malah Setnov bisa menjadi ketua umum Golkar dan kemudian kembali menduduki jabatan ketua DPR lagi, usai degradasi menjadi ketua fraksi. Masih cukup lama baru kemudian menjadi pesakitan. Sampai drama bakpao dan membawa pengacara dan dokter menyertai ke penjara.
Soal Setnov masih jalan-jalan atau selnya mewah bukan ulasan artikel ini. bagaimana licinnya Setnov, dan seoalah duk deng tidak bisa kalah, toh tanpa masalah berarti masuk juga ke kandang Suka Miskin. Ini soal waktu dan keberanian.
Jokowi itu orang Solo, Jawa yang masih cukup kuat Jawanya. Tahu dengan baik apa itu yang namanya wohing pakarti, paham juga kebak sundukane. Sunduk, atau tusuk itu terbatas. Orang ketika sudah melebihi batasnya akan muntah dan dengan demikian ya sudah selesai. Setnov itu pun demikian. Bagaiamana ia biaa berkelit dengan luar biasa toh bisa diselesaikan tanpa gejolak. Ahli strategi yang briliant.
Pilihan Jokowi itu orang kebak sundukane, bukan sepandai-pandainya tupai melompat akan gawal juga. Apa yang dinantikan itu bukan apesnya para pelaku itu, namun benar-benar sudah penuh dengan akibat perbuatannya yang buruk. Dan ini, kesabaran, keuletan, dan tahan-tahanan ini yang banyak orang tidak mampu.
Kata Ahok, Jokowi itu menggodok katak dengan air dingin di atas kompor. Si kodok merasa tenang dan nyaman, ketika panas sudah tidak lagi memiliki daya dan kekuatan untuk melompat. Ini juga tidak tepat, meskipun ada benarnya juga.
Kebak sundukane. Perilaku ugal-ugalan sendiri yang membuat orang akhirnya terpepet dan tidak lagi memiliki kemampuan untuk bisa berkelit lagi. Jalan yang ditempuh malah makin membuatnya terpojok dan tidak ada jalan lain. Satu-satunya jalan ya menyerah kalah. Meski dalam kekalahan itu masih ada upaya terakhir seperti drama bakpao Setnov.
Anies juga demikian. Masih menantikan kapan kebak sundukane. Ia masih seolah jumawa dan menang atas Jokowi. Usai pemecatan ia mengumpulkan kekuatan dan kembali pada 2017 sebagai kandidat lawan Ahok yang banyak dipersepsikan sebagai kaki tangan dan kepanjangan Jokowi. Dan menang dengan dalih demokrasi. Itu sah, dan memang Anies menang.
Berkali ulang dalam tampilan Anies tampil, ditampilkan, dan menampilkan diri sebagai lebih dari Jokowi. Mengenai pembangunan Jakarta dan pusat yang seolah ia abaikan. Menghindari acara dengan presiden dan malah memilih acaranya sendiri. Cek dalam pemberitaan itu cukup banyak.
Melakukan perlawanan dengan amat sangat, pembongkaran apa yang dirancang Jokowi-Ahok dengan ugal-ugalan. Mau JPO, mau trotoar, ataupun yang paling seksi jelas adalah mengenai reklamasi dan juga rumah susun.
Akhir tahun kemarin banyak kehebohan, dan itu adalah bahan sundukan yang akan mencapai puncaknya. Bagaimana ugal-ugalanya anggaran. Perencanaan yang amburadul dan malah dijawab dengan kebodohan yang sama. Seolah Jokowi diam saja, banyak orang gemas dan meminta untuk dicopot.