Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Jokowi Terlalu, Masih Ada Ibu Melahirkan di Jalan

Diperbarui: 11 Maret 2020   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Miris membaca berita ibu melahirkan di jalan. Hanya 100-n kilo meter dari ibukota negara. Menjadi lumrah dan bisa dinalar jika itu ada di luar Jawa, pedalaman, yang harus melewat sungai dan gunung demi mendapatkan akses kesehatan dari pemerintah. Lha ini hanya kurang dari empat jam perjalanan dari pusat negara.

Konon, menurut berita jarak tempuh si ibu ke puskesmas ada 20 km dengan jalan rusak. Sangat menarik jalan rusak ini. beberapa hal bisa dilihat lebih dalam lagi.

Pertama, justru ini benar-benar Jokowi harus bertanggung jawab, terlalu. Bagaimana bisa bupati mengatakan kegagalan program bendera untuk menandai rumah ibu hamil. Masalahnya bukan bendera, tapi jalan rusak dan akses kesehatan jauh. Benar bahwa tanda ibu hamil itu memberikan peringatan bagi tetangganya.

Apa memang kendala itu teratasi dengan pemberian bendera? Kog jadi malah berpikir mirip dengan toa banjirnya Jakarta. Ini era modern. Miris bukan malah mengupayakan perbaikan jalan dengan segera, atau menambah puskesmas. Di desa saya yang hanya tiga km kurang ke puskesmas saja ada PKD, tidak lima menit ke pusat kecamatan. Ini pusat kecamatan, bukan pusat negara.

Ada dua hal yang mendesak. Boleh tanda itu, namun tidak cukup. Bagaimana bisa perbaikan jalan seolah malah terabaikan. Apa iya, negara masih kekurangan uang seperti era-era sebelumnya. Lihat saja pelaporan bagaimana dana desa bisa membuat lapangan sepak bola kaliber FIFA. Ini lebih soal kreatifitas.

Kedua, hayo yang dulu mengatakan rakyat tidak makan semen, makan infrastruktur, dan makan jalan tol, kini ke mana? Atau malah menyalahkan pemerintah juga? Pola pikir elit yang sektarian, sepenggal, dan tidak holistik membuat susah banyak pihak. Jangan menuding pemerintah yang mengupayakan pembangunan, ketika hanya duduk manis di dalam gedung. Katak dalam tempurung yang tidak menggali wawasan lebih luas.

Ketiga, ketika tetangga dekatnya menghambur-hamburkan uang dengan seenaknya sendiri, eh ada tempat yang masih demikian parah. Ini lho yang sejatinya ada peringatan dari Tuhan. Sudah jauh, jalan jelek, ban bocor lagi. Ada Tuhan di sana malah. Syukur ibu dan bayi selamat. Jakarta yang melipah uang sehingga trotoar baik dibongkar, membayangkan dana lem aibon saja  bisa membuat jalan dan puskesmas baru.

Benar bahwa beda pemerintahan dan beda APBD, lha bisa teriak-teriak Palestina, tetangganya menderita tidak melihat. Hayo parah mana Lebak atau Palestina jika dilihat dari Jakarta. Mungkin mana membantu. Kog ke Palestina mau?

Keempat. Menyimak tanggapan Ibu Bupati, kog jadi ingat beberapa kelucuan dalam berbangsa. Menyelesaikan masalah tanpa susah-susah. Contoh, ada jalan rusak bukan diperbaiki namun malah memberikan tanda hati-hati. Atau marak maling, bukan menggalakan  sikap untuk tidak mau maling, namun meminta menambah gombok dan memeriksa barang dengan teliti.

Artinya, orang dibuat susah oleh perilaku jahat pihak lain. Masalah itu dipecahkan, bukan hanya dialihkan. Bagaimana bisa bebenah jika model pejabatnya demikian. Ini soal sikap mental, bukan mengenai kemampuan. Hanya karena enggan susah.

Kelima. Ini di Lebak, makanya bisa masuk media level gede. Bagaimana kalau di luar daerah, jauh dari jangkauan media, rekan guru tahun 2007 di Kalimantan pernah berkisah mengambil gaji itu sambil menangis, karena masuk kubangan bekas roda truk pengangkut kayu. Masih banyak tempat yang perlu pembenahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline