Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Tuhan, Tidak Senaif Itu Ah...

Diperbarui: 8 Maret 2020   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tuhan, Tidak Senaif itu Ah...

Dua kisah yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi, cukup menggelitik karena keduanya berkaitan dengan iman dan akhirnya Tuhan. Kisah pertama, pengalaman seorang rekan Kners yang berselisih paham mengenai tanggapan soal photo Tara Bassro. Satu sisi rekan Kompasianer ini berbicara seni. Pada posisi berseberangan tidak mau tahu dan pada ujung perselisihan itu mengatakan semoga Tuhan memberikan hidayah.

Kisah kedua, mengenai corona dan keputusan Gereja untuk menyingkirkan sementara air suci di pintu-pintu gereja. Hal yang sepele. Itu air digunakan sebagai pengingat bahwa pernah dibaptis. Artinya semacam simbol, bukan yang hakiki, dalam kondisi tertentu tidak harus ada. Menjadi masalah ketika ada sebagian orang yang mengharuskan tetap ada dengan mengatakan Tuhan lebih besar dari corona. Corona pasti mati.

Dari kedua hal sama-sama mengaitkan apa yang bukan hakiki keimanan dengan yang ilahiah. Ada konteks kemanusiaan yang seolah dicerabut dan menjadi hak Tuhan. Bebas kog ada yang menikmati pose TB, atau tidak. Keduanya tidak bisa saling meniadakan dan satu lebih buruk dari yang lainnya.

Ketika berbicara eksploitasi itu si obyek tidak tahu atau di dalam tekanan. Kenyataannya si artis mengatakan dengan terus terang maksudnya adalah penghargaan atas tubuh apa adanya. Tidak takut dengan  gambaran dan batasan bisnis atau ekonomis. Jika berbicara  ranah ini, coba lebih eksploitatif mana?

Pun, jika dikaitkan dengan ranah sprititual atau  kehendak Tuhan di sana. Bersyukur apa adanya, atau malah memaksakan sesuai dengan apa yang dikehendaki industri?

Berkaitan dengan itu, komentar mengenai air suci di gereja. Bagaimana uskup sebagai pemimpin umat, tentu tidak sembarangan memberikan imbauan. Keputusan tidak mudah, karena berkaitan dengan pastoral. Ini kebiasaan, dan ketika kebiasaan itu terinterupsi bisa  ribet, dan benar.

Sama sekali tidak ada kaitan dengan kebesaran Tuhan di sini. Karena sangat mungkin bahwa wadah air itu tidak terjamin kebersihannya. Ini soal manusia bukan soal Tuhan.

Dua kisah dan fakta di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa apapun agamanya, apapun latar belakangnya akan sama saja. Menyampuradukan yang manusiawi dan ranah Tuhan dengan pola pikir manusiawi. Tuhan itu Maha, jangan diselami dan dimaknai dengan kemampuan manusia semata.

Ketika Agustinus mempelajari dan mau tahu mengenai Tuhan dengan lebih baik, ia menemukan jalan buntu. Ia memutuskan jalan-jalan ke pantai. Di sana ia menemui anak  kecil yang membuat lobang dengan tangannya seolah membuat sumur. Ketika ditanya si anak menjawab mau memindahkan air laut ke dalam sumurnya.

Agustinus terhenyak dan itulah dirinya. Anak kecil yang hendak memasukan Tuhan ke dalam otaknya yang amat kecil dan terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline