Pembaca bagi pelaku media sosial, blogger adalah ukuran sebuah capaian. Penghargaan sekelas apapun, dari yang elit atau yang hanya seuprit menjadi bermakna lebih. Mosok menjadi pelaku media kemudian tidak ada yang membaca bangga, tidak akan mungkin. Buat apa jika demikian? Benar memang ketika sudah taraf spiritualitas tinggi, itu tidak lagi penting. Ini masih bicara taraf biasa dalam spritualitas.
Awal Desember dihubungi oleh Admin Kompasiana karena mendapatkan apresiasi pembaca terbanyak selama 2019. Hal yang wajar dan biasa, kala itu dan saya terima dengan suka cita tentunya. Dan hal yang normal saja.
Menjadi tidak normal ketika pada awal 2020 membaca Kaledioskop 2019, yang terpopuler artinya pembaca terbanyak itu bukan saya. Namun Kompasianer Supartono JW. Maaf kepada Saudara Supartono. Apa yang saya terima itu bukan hak saya, dan bukan maksud saya harus nomor satu dalam kategori terpopuler. Mengapa?
Jika award itu diberikan kepada saya, berarti apa artinya Kner Supartono sebagai pembaca terbanyak 2019? Kan lucu. Plakat itu miliki Kners Supartono bukan menjadi hak saya. Ini konsekunsi logis yang tepat.
Atau jika Kner Supartono tidak mendapatkan award itu, bukan pula menjadi nomor satu dalam kategori terpopuler, bagaimana bisa hanya selang satu bulan bisa demikian berbeda hasilnya. Ini soal penilaian dan penghargaan pada anggota Kompasiana tentunya.
Konsekuensi berikut adalah, ada satu nama yang harus keluar dari penerima award pada Knival 2019, dan itu tentu aneh dan lucu. Ada hal yang sepele namun menjadi perhatian bersama terutama Admin, bahwa ini penting.
Benar, tidak akan ada yang mempersoalkan, namun apa iya semua orang berpikir sama bahwa itu tidak penting? Saya menganggap ini penting karena saya terlibat di dalamnya. Mungkin Kner Supartono tidak menilai ini penting, itu lepas dari apa yang saya lihat, rasakan, dan pikirkan.
Tidak mudah memang memuaskan semua pihak dengan segala dinamikanya, namun soal penghargaan ini soal statistik yang jelas parameternya, jelas hasilnya, dan jelas pula angka yang ada di sana.
Atau penghitungan dan pertimbangan lain, sehingga berbeda antara keduanya? Jika iya, lha jadi lucu.
Harapannya, ke depan menjadi lebih baik lagi, dan hal demikian tidak terjadi. Kan lucu dan tidak pas kala menerima apa yang bukan hak saya. eLeSHa.
Terima kasih dan salam