Harley Davidson, Erick Thohir, dan Fenomena Ahok
Kala Ahok memegang kendali Jakarta usai mendapatkan limpahan jabatan karena Jokowi menjadi presiden, banyak dukungan terutama dari masayarakat kebanyakan. Reputasinya dalam menggebrak status quo, terutama berkaitan dengan kinerja dewan membuatnya menjadi sanjungan media dan rakyat.
Hampir tiap hari pembicaraan mengenai Ahok dan pihak lain yang tersengat menghiasai banyak media. Baik media arus utama ataupun media sosial. Hal yang baru, Jokowi saja tidak pernah berbuat yang model demikian. hiruk pikuk benar dunia perpolitikan daerah yang menasional.
Semua berakhir ketika Ahok mendapatkan stigma penista agama. Tidak heran ketika usai hukuman dan mendapatkan kembali "habitat"-nya untuk berkelahi dengan tikus-tikus berdasi, penolakan demi penolakan terjadi. Hal yang sangat wajar. Yang di Saudi saja sampai iri dan merasa diasingkan. Ia berteriak dari padang gurun, dan senyap seketika.
Erik Tohir yang selama ini dikenal sebagai pengusaha kaliber internasional, pernah merasakan memiliki klub sepak bola di Eropa dan USA, jelas mempunyai jiwa bisnis dan etos kerja efisien, efektif, dan terukur. BUMN yang sejatinya lumbung negara ini, seolah malah menjadi lintah pengisap darah. Seolah uang malah menguap tanpa memberikan dampak bagi pemasukan untuk negara.
Satu demi satu dilihat, dipetakan, dan diselesaikan. Usai dengan Pertamina dan menempatkan ahok dengan segala risikonya, toh bisa berjalan meskipun penolakan dan penistaan di sana-sini terjadi. Tidak ada lagi gejolak, hanya perlu pembuktian kinerjanya nanti, masih perlu waktu.
Sebelum itu ia mengatakan, bahwa banyak yang melobi dirinya, kalangan elit BUMN dengan mengundang jamuan mewah dan perusahaannya padahal merugi, dan ia tahu apa yang harus ia lakukan. Jelas kinerja yang tidak sebanding dengan apa yang dihasilkan.
Sinergi kinerja dipertontonkan oleh Menkeu, Dirjend Beacukai, dan MenBUMN, ketika menyatakan adanya "penyembunyian" atau penyelundupan barang mewah, seharga hampir 1 M dan dengan keberadaan BUMN yang masih gonjang-ganjing, tentu menjadi ironis. Syukur bahwa kabinet ini bekerja dan memiliki visi yang sama. Kerja sama dari ketiganya membuka kedok yang sejatinya itu mainan lama. Elit semua paham, tahu, dan jelas hafal bagaimana gaya hidup banyak elit negeri ini lebih banyak disokong gaya spanyolan.
Apakah HD ini hanya sebuah keapesan atau kecelakaan semata? Jelas bukan, itu adalah sebuah tabiat, gaya hidup, dan perilaku tamak elit negeri ini. Hanya saja jelas caranya tidak akan identik seperti itu. satu kesamaan bahwa BUMN seolah milik pribadi dan kelompok.
Tidak kaget, ketika Menteri Erick thohir mengeluhkan, bahwa BUMN dihuni pensiunan dan kroni dari ini dan itu. Kolusi di dalam penerimaan karyawan, pegawai, dan jajaran manajemen, itu barang basi bahkan mungkin sangat basi. Siapapun tahu siapa yang ada di sana itu siapa dan karena apa.
Permainan dan gaya Orba masih sangat kuat melekat dalam BUMN, benar bahwa seleksi dan rekrutmen itu terbuka, yang tidak juga tidak sedikit. Apalagi level-level pengambil kebijakan, itu jauh lebih mengerikan. Diperparah ketika partai politik dan politik seolah menjadi raja, dan mereka sangat mungkin merajalela di dalam mengeruk kekayaan negara ini.