Selamat Bekerja untuk Kabinet Indonesia Maju. Pemilihan menteri dan pejabat setingkat yang masih meninggalkan kasak-kasuk. Sosok ini mengapa hilang, mengapa harus itu di sana, dan itu akan terus demikian. Pro dan kontra, kecewa dan bahagia, yo wajar tidak bisa menyenangkan semua orang.
Pilihan presiden tentu berdasar atas banyak faktor dan pertimbangan, bayangkan dengan yang kecewa atau bahagia itu cenderung hanya menjadi beberapa segi. Kurang menyeluruh itu tidak salah, namun tidak cukup luas sebagai pertimbangan dan perhitungan bernegara.
Beberapa kelompok yang kecewa dalam pemilihan menteri ini adalah;
Pendukung Fanatis Jokowi
Mereka berargumen kalau pendukung akar rumput itu sudah berkeringat, dimaki-maki, baik melalui media sosial ataupun langsung. Tidak jarang dicap PKI dan pendukung pembohong. Dan wajar ketika mereka ngambeg dan jengkel dengan keputusan masuknya Prabowo dalam pemerintahan. Sah dan wajar.
Ada yang merasa berjerih payah, eh malah kursinya diberikan kepada kubu lawan. Unsur kecewa karena ngarep ada dan sangat mungkin. Ini juga wajar dan bisa juga jadi pembenci. Beberapa sudah bisa dilihat dari periode kemarin.
Pendukung Prabowo Garis Keras.
Kelompok yang masih belum bisa menerima kekalahan Prabowo, eh malah bergabung dalam kubu Jokowi, menjadi pembantu lagi. Miris karena ini juga ulah elit-elit koalisi mereka sejatinya. Dan mereka lupa meluruskan barang bengkok itu sangat susah. Wajar mereka marah dan memusuhi Prabowo.
Seolah mereka ditinggalkan oleh orang yang dibela mati-matian. Lihat saja yang ada di penjara karena membuat narasi buruk saat kampanye lalu. Bayangkan betapa kecewa dan sakit hatinya mereka.
Ada pihak lain yang jauh lebih pedih, SBY dan AHY. Dengan segala hormat dan mohon maaf. Bukan hendak menambah luka itu, namun bahwa kondisi ini memang harus dihadapi dan dijalani sebagai sebuah usaha dan upaya seorang politikus kelas atas. Toh SBY juga dulu usai tentara hingga jenderal baru molitik. Ada proses panjang, termasuk jatuh bangun.
AHY masih sangat muda, belum memiliki rekam jejak dan prestasi kelas publik yang cukup mencengangkan. Wajar ketika banyak yang tidak percaya bisa banyak berbicara kala pemiliha kepala daerah DKI dua tahun lalu. Dan benar saja melihat debat dan penguasaan materi dengan mentor presiden dua periode, tidak meyakinkan sama sekali.