Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Ramai-ramai Bicara HP Jadul Karena Tergelincir Media Sosial, Solusi atau Melarikan Diri?

Diperbarui: 16 Oktober 2019   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ramai-ramai Bicara HP Jadul Karena Tergelincir Media Sosial, Solusi atau Melarikan Diri?

Miris sejatinya menyaksikan betapa orang dengan mudah menyatakan, sebaiknya kembali ke HP jadul, agar orang tidak tersesat dalam media sosial. Kembali menyelesaikan masalah dengan gampang namun bukan sebuah penyelesaian yang hakiki. Jadi ingat artikel lama, efektivitas pemblokiran porno dari internet.

Persoalan pornografi dengan cara memblokir situs dan halaman-halaman dalam internet. Ini sama dengan HP jadul dengan kebijaksaan dalam bermedia sosial. Benar seolah-olah itu adalah solusi, benar, sebagai upaya iya, namun bukan sebentuk penyelesaian menyeluruh.

Paling tidak sudah ada dua pejabat, Dandim Kuningan dan Ketua DPR RI yang menyarankan mak-mak menggunakan HP jadul saja. Mengapa ini bukan sebuah solusi?

Pertama, berapa banyak sih mak-mak yang terkena dampak kengawuran bermedia sosial? Apalagi berangkat dari kasus penikaman Wiranto. Lepas dari masalah lain karena keberadaan HP dan angka perceraian lho ya. Toh jauh lebih banyak yang aman dengan media sosial.

Kedua, mak-mak pelaku ekonomi kreatif yang sangat terbantu dengan HP modern tentu menjadi gerah jika ini adalah menjadi solusi paten. Berbagai tawaran menggiurkan bisa dilakukan oleh dan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan dunia informasi yang demikian pesat.

Ada blogger, vlogger, youtuber, pedagang online, yang sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan soal informasi dan hal-hal yang up to date, terlewat sekejab saja semua bisa melayang. Jangan sampai nanti ada gerakan antihape modern kan cilaka.

Ketiga, internet, media sosial, atau kemajuan apapun tetap bermakna ganda, bagaimana kita memaknai dan memanfaatkan itu menjadi penting dan mendesak untuk kita latihkan dan jadikan pembelajaran bersama.

Berangkat dari sana, beberapa hal cukup menarik

Keberadaan media sosial tidak salah. Yang salah adalah pelaku bermedianya. Mengapa demikian? Media ataupun media sosial adalah sarana, dan bisa dipakai untuk apa saja. Ketika orang tersesat, tentu bukan jalannya yang salah, namun orang yang memilih jalan yang salah. Mosok kita tersesat kemudian meminta jalannya ditutup, ini kekanak-kanakan.

Penting dan mendesak dilakukan adalah, pendidikan dan literasi bermedia sosial. Tentu lebay juga jika masuk dalam kurikulum sejak sekolah dasar misalnya, karena hal ini akan terus berkembang. Pemahaman soal etis dan nonetis itu ranah pendidikan kognisi sekolah, dan juga pendidikan agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline