Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Gibran Beda Ya dengan AHY, Puan, atau Anak Presiden Lain?

Diperbarui: 9 Oktober 2019   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gibran Beda Ya dengan AHY, Puan, atau Anak Presiden Lain?

Cukup menarik tanggapan soal Gibran, anak Presiden Jokowi dan Bobby menantunya yang banyak dibicarakan untuk mengikuti kontestasi pilkada di daerah asalnya. Gibran di Solo dan Bobby di Medan. Sejatinya malah mempertontonkan kualitas partai politik, bukan kesalahan pada pribadi Jokowi.

Standart Ganda dan Alasannya

Gegap gempita pilihan ini dan itu, melibatkan anak presiden, pejabat, elit negeri sejatinya bukan barang baru. Sejak zaman kuno juga ada. Apalagi sejarah bangsa ini dominan kepemimpinan adalah keturunan. Kalau tidak salah hanya Papua yang mengandalkan kekuatan bukan keturunan. Sikap mental yang cukup wajar jika terjadi demikian.

AHY menyalonkan diri menjadi gubernur, meninggalkan dinas militer yang masih sangat muda, tidak seheboh ketika ada isu Gibran mendapatkan KTA PDI-P. Awalnya dari survey dari sebuah universitas di Solo demi pilkada serempak 2020. Dan menempatkan Gibran pada nomor atas kepopuleran. Di balik itu mengenai keterpilihan masih jauh dari idealnya.

Nah tiba-tiba ada pemberitaan adanya KTA, yang katanya masih sementara. Bayangkan ada gak heboh Puan menjadi anggota dewan dengan suara terbanyak dari Solo juga? Atau AHY yang memiliki Kosgama? Tidak, semua berjalan demikian saja.

Mengapa Gibran menjadi ramai?

Pertama, Jokowi sebagai representasi orang biasa saja, bukan anak kolong, bukan juga elit atau pemilik partai, itu wakil, simbilisasi, dan gambaran dominasi anak bangsa yang memiliki harapan yang bisa menyeruak dan mementalkan gambaran feodal selama ini.

Kedua, Gibran sebagai sosok yang berbeda dibandingkan anak-anak presiden biasanya, toh akhirnya sama saja. Yang berbeda itu maunya tetap demikian. Orang sudah tidak peduli dengan AHY, Ibas, Puan, atau Prananda Ploh sekalipun. Namun Gibran dan adik-adiknya itu tidak harus demikian.

Ketiga, gambaran ideal birokrasi lepas dari KKN itu mulai redup. Ketika Gibran ternyata juga terpengaruh atas hingar bingar politik. Padahal dulu memiliki sikap yang sangat berbeda, dan itu yang dirindukan khalayak ramai.

Keempat, menekuni bisnis, dan lepas dari sosok bapaknya sebagai walikota, gubernur, dan bahkan presiden itu hal baru. Mainan yang menyenangkan rakyat, yang telah muak melihat perilaku anak elit yang biasa arisan kekuasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline