Entah sampa kapan Jakarta menjadi sorotan nasional dengan segala perniknya, menunggu perpindahan ibukota sepertinya. Dulu, perselisihan Ahok dengan DPR-D hampir setiap saat menguar dalam pemberitaan. Utamanya oleh Abraham Lunggana yang demikian sengit seolah berbalas pantun. Interpelasi gagasan dewan hanya ditertawakan Ahok tidak hanya sekali.
Ahok menilai dewan hanya gaya-gayaan saja dengan interpelasi, bisa dengan hak bertanya saja, mosok interpelasi dan itu juga tidak terjadi. Tidak hanya dengan dewan ia berselisih dengan orang per orang, lembaga lain, tapi tidak pernah sekalipun ia berselisih dengan Menteri Dalam Negeri ataupun presiden.
Pengganti secara tidak langsung, Anies Baswedan beberapa kali juga "bertikai" dengan Menteri Pekerjaan Umum, karena soal penataan sungai, ketika banjir katanya adanya proyek jalan tol, atau hal tetek bengek yang intinya hanya soal lemahnya visi namun enggan bekerja keras. Dengan presiden pun juga terjadi.
Bagus memang ia bersahabat karib dengan dewan, sama sekali tidak pernah terdengar dewan mau mengiterpelasi gubernur, malah dicarikan "pembantu" hanya khusus mengurus sampah, di mana mau dipanggilan Risma untuk membantunya. Kalau dalam sepak bola atau volly tarkam ada yang namanya ngebon, meminjam atau menyewa pemain dari kampung lain diberi atribut dari kampung itu. Nah kini Jakarta juga melakukan itu. Atau naturalisasi pejabat, entah apa namanya. Toh dewan anteng saja, malah susah payah mencarikan bon-bonan pejabat.
Berbicara mengenai kualitas udara Jakarta, ada dua ide cemerlangnya. Pertama mengenai pembeliaan alat untuk meyakini akurasi data yang dihasilkan. Padahal secara visual, mata pemberian Yang Kuasa saja jelas tampak, tidak perlu alat dengan akurasi lebih lagi, kecuali berbicara proyek pengadaan lho ya.
Kedua, menuding truk dan angkutan berat di jalan tol. Aneh dan lucu juga semua jalan ya demikian. Memang benar ini soal angkutan dengan pencemarannya, namun apa yang dilakukan dan akan dilakukan dengan ara tersangka itu? Pelarangan? Solusinya apa? Atau mau pakai becak online? Toh solusi sama sekali tidak ada dan belum terucap.
Tempat hiburan malam akan diberikan ceramah dan pendalaman iman. Cukup aneh dan lucu, memangnya pasti dan jelas kalau tempat hiburan malam itu satu-satunya penyebat penyakit masyarakat. Namanya tempat hiburan, jika ada ekses negatif toh di mana-mana juga ada.
Tuh lembaga dewan yang biang maling, kog tidak pernah ada wacana untuk diceramahi, diberi wejangan oleh pemuka agama. Parah mana coba yang setiap awal acara dibuka dengan doa pun mengagendakan maling bersama-sama. Lebih jahat dan bengis mana, tempat hiburan dengan ekses beberapa penyakit masyarakat, atau lembaga daerah untuk bersekongkol maling dan merugikan masyarakat?
Saat dewan berwacana mau mencarikan bon-bonan pejabat untuk mengurus sampahnya, Gubernur Anies menyatakan gubernur sebelumnyalah penyebab sampah menumpuk. Iyolah namanya masalah itu akan ada kesinambungan, sama juga dengan prestasi. Kalau prestasi, contohnya soal transportasi massal yang digagas pendahulunya dengan gagah perkasa diaku, kalau yang buruk dilemparkan pihak lain.
Ini bukan soal siapa yang memimpin, namun pemimpin itu mau apa dan sudah melakukan apa dengan segala persoalan yang ada. Salah satunya adalah sampah. Inovasi atau terobosan apa untuk mengatasi itu. Lha kalau menuding pihak lain, apalagi pendahulu, lha tidak perlu jadi gubernur, jadi saja seleb media sosial. Gampang begitu.
Pemimpin itu visi, jangkauan ke depan, yang berbeda dengan anak buah, apalagi petugas lapangan. Orang lapangan akan gampang ngeles, ini orang kantor yang menyuruh, kami hanya pelaksana, nah sebagai orang kantor gubernur tidak bisa demikian.