Lidah Mertua Memang Tajam Gubernur Anies
Jakarta sedang memanas terus menerus, hidup dengan dinamika politik yang belum usai dengan keberadaan kepemimpinan yang sama-sama dipahami. Selesai dengan karya seni penuh kontroversi getih getah, begitu beragam tanggapannya dna juga reaksinya. Lahir gagasan dan polemik baru.
Salah satu yang dikatakan sebagai alternatif atas beaya mahal adalah anggaran itu untuk membeli lidah mertua, agar memperbaiki kualitas udara. Soal ini pembahasan nanti saja. Seolah responsif dengan ini Gubernur Anies langsung mewacanakan membeli tanaman itu untuk membuat Jakarta lebih segar.
Film kuno Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibukota, yang mau menggambarkan Jakarta itu kejam dan keras, bahkan dengan ibu tiri pun lebih kejam Jakarta, ini film komedi jangan dikatakan menistakan ibu kota dan ibu tiri, kini kalah kejam dengan lidah mertua.
Apa yang terjadi nampaknya ada hal yang patut dicermati, bahwa pola pemikiran Anies cenderung,
Pertama, reaktif namun malah lebih parah. Seperti orang yang kehausan di lautan meminum air laut. Jelas saja malah menambah haus. Padahal bisa melalkukan upaya lain yang bisa menguraangi rasa haus itu. kalau tidak percaya baca novel Phi, atau menonton filmnya. Beberapa kali reaktif namun miris sebenarnya, apalagi doktor Amrik lagi.
Beberapa waktu lalu, ada laporan kualitas udara Jakarta termasuk paling buruk di dunia. Tidak mendengar ada upaya menekan angka penghasil polutan, namun malah membeli alat untuk memberikan laporan dengan akurasi lebih baik. Tidak menjawab persoalan. Pembelian dan wacana lidah mertua ini pun demikian.
Kedua, kecenderungan yang menghasilkan proyek. Udara kotor bukan mengurangi pengotor namun beli pembaca ukuran kekotoran. Ini proyek, membeli lidah mertua, proyek juga. Belum ada gagasan lebih baik untuk menghasilkan udara yang lebih baik.
Pembatasan kendaraan malu karena sama dengan pendahulunya, yang hendak ia rombag dengan maaf ketololannya. Atau ruang terbuka hijau, lagi-lagi sama gagasan lama yang sudah ada. Padahal tidak susah jika mau sedikit kerja keras. Berbeda kalau memang fokusnya itu proyek.
Ketiga, kecenderungan responsif reaktif itu menimbulkan polemik dan masalah. Jelas soal alat ukur kualitas udara orang jadi bertanya-tanya lho ada apa ini? Kan bisa iya nanti kami bicarakan lebih dalam dan ini persoalan bersama kita.
Lidah mertua, malah jadi olok-olokan karena ternyata efektif untuk dalam ruangan. Belum ada kajian yang lebih jauh jika untuk luar ruang. Apalagi jika tingkat polutan seperti itu, sedang tanaman ini adalah tanaman rendah apa iya mampu mengatasi? Akan berbeda jika tanaman besar dan rimbun. Lagi-lagi kaitan dengan ruang terbuka hijau.