Panenan Prabowo dan Gerindra Kampanye ala Manusia Gua Plato
Manusia gua Plato itu ringkasnya adalah, sekumpulan orang yang selama hidup ada di dalam gua dan hanya menghadap ke depan. Di belakang mereka ada lampu yang membuat mereka masih bisa melihat bayangan.
Suara dan bayangan semata yang mereka saksikan seumur hidup dan mereka meyakini itu sebagai apa yang memang demikian terjadi. Suatu hari ada satu orang yang dibebaskan. Awalnya ia silau karena matanya tidak siap dengan cayaha yang ada. Lambat laun ia bisa beradaptasi dengan matahari (kebenaran) dan bisa melihat keseluruhan berbeda dengan apa yang ia lihat dan yakini dalam gua.
Ia bersegera lari ke dalam gua dan hendak membebaskan rekan-rekannya. Namun apa yang terjadi? Jelas saja dianggap mengada-ada dan menerima perlawanan dan jelas penolakan.
Nah dalam konteks Prabowo bertemu dalam stasiun MRT ini, ada beberapa hal yang identik dengan manusia gua Plato. Beberapa hal yang perlu dilihat lagi:
Selama kampanye selalu mendengung-dengungkan kecurangan. Kekalahan hanya karena kecurangan. Nah ketika Prabowo menyatakan kemenangan Jokowi, para pendukungnya merasa dikhianati dan pemimpinnya mendukung kecurangan. Mereka masih melihat politik sebagaimana pola pikir mereka yang pendek, sempit, dan terkadang maaf naif. Hal yang digeolarakan dalam kegiatan keagamaan, tokoh yang diyakini benar, dan dipatahkan oleh pelaku politik.
Jangan dianggap ini tidak banyak. Pengikut paham curang-cureng ini sangat banyak, dan maaf mereka cenderung kurang pengalaman. Jangan bebankan pada Jokowi semata untuk menyadarkan pengikut model demikian. Hal yang tidak mudah karena diindoktrinasikan sekian lama.
Pelarangan menyaksikan televisi, membaca media arus utama, dengan dalih mereka, media itu berlaku tidak adil, sudah dibeli rival, dan sejenisnya. Kebiasaan yang terbawa ini, sehingga mereka hanya percaya informasi dari grup tertutup. Tidak heran photo-photo terbaru pun mereka tidak percaya, mereka yakini itu photo tahun 2014.
Lima tahun itu sangat berbeda, MRT belum jalan, Prabowo masih lebih gagah dan wajah belum sekuyu sekarang. Perbedaan yang jelas mereka tidak mau akui karena mereka sudah termakan kebiasaan melihat searah dan bayangan saja dalam seluruh hidup dan pemikiran mereka.
Hutang negara dan krisis pemerintah. Hal yang diulang-ulang dan banyak yang percaya, padahal hal sebaliknya yang ada. Mana ada datang ke G-20 jika negara bangkrut, krisis dalam hutang, dan gagal bayar. Kondisi sebaliknya yang diulang-ulang itu pun masih seoolah kebenaran dalam benak para pendukung Prabowo.
Termasuk dalam poin ini banyak sekali, soal kepemilikan juga termasuk, namun tidak seheboh mengenai hutang negara, yang masih saja menjadi narasi dan keyakinan banyak pihak pemuja kaum pemilih Prabowo. Saatnya mereka memanen itu dan bagaimana pernyataan kalau kondisi hutang negara tidak demikian adanya.