Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Faldo Maldini, Sidang MK, dan Politik Kurang Ajar, Jokowi Tanggung Jawab

Diperbarui: 20 Juni 2019   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu ulasan hangat selain gugatan di MK adalah keberadaan video Faldo Maldini. Sebagai salah satu juru bicara, dan juga politikus pengusung Prabowo-Sandi ia menyatakan apa yang sangat berbeda dengan upaya mereka.

Dua hari menjelang sidang perdana, cocok jika itu menjadi pengantar gugatan ke MK daripada pengantar dalam gugatan resminya. Gugatan resmi lebih pada narasi dan opini, dan Faldo menyataka justru analisis politik dan hukum yang lebih mendekati hal yang faktual.

Analisis soal selisih suara yang harus dibuktikan di persidangan MK yang mencapai 17 juta selisih suara, ia asumsikan dalam suara per TPS jika Prabowo menang 100% dan seterusnya. Hingga mendapatkan angka 36 ribu hingga 200 ribu TPS jika asumsi kemenangan Prabowo menurun. Sangat logis dan itu acara di MK yang sebenarnya.

Faldo juga menengarai bahwa apa yang selama ini dinarasikan justru mengarah pada delegitimasi pemilu, khususnya pilpres dan mengganti pemenang pemilihan presiden dengan seturut dukungan sendiri. Cukup obyektif apa yang disampaikan.

Persidangan di MK pun persis dengan apa yang disampaikan Faldo, cenderung bukan perselisihan hasil pemilihan umum, namun berkutat pada legitimasi pemilihan presiden khususnya. Beberapa hal patut dilihat dan dikupas.

Konsentrasi pada DPT. Ini jelas usang, karena sejak sebelum menjadi DPT sudah ada DPS dan itu kedua kubu dan parpol sudah terlibat. Jauh-jauh hari sudah dilakukan cek dan ricek yang berkali ulang dan akhirnya semua teken, bahwa sudah relatif aman.

Bawaslu pun sudah menyatakan sah dan tidak ada lagi prosedur yang dilanggar dan pemilihan presiden selesai dan relatif baik dan kemudian menyatakan selesai. Jalur MK itu upaya terakhir. Jadi soal DPT tidak ada lagi urgensi dan kegentingannya. Semua sudah jelas. Apalagi saksinya pun akhirnya belepotan.

Angka kemenangan dan menjadi dalil  perselisihan, ini sedikit menjadi bahan, dan ketika dikaitkan DPT malah kemenangan ada pada pihak mereka sendiri. Apa yang terjadi ini hanya kekacauan yang dengan segala hormat maaf  bahwa hanya berkisar pada kehendak menang tanpa mau  kerja keras.

Mereka menuding curang namun malah arah bukti kecurangan pada pihak sendiri. Ini bukan lagi blunder namun malah bunuh diri dan bumerang amat telak mengantam inti masalah yang mereka tudingkan.

Fokus pada posisi KHMA, mengapa bukan saat prapencalonan, atau di Bawaslu kemarin. Kalau belum tahu jelas ini alasan yang main-main. Mengapa ketika kalah mencari dalih dan meminta diskualifikasi bagi kubu lawan. Aneh dan lucu, jika menang tidak, apalagi ada permintaan pemilu ulang, mengapa calon yang dinilai cacat hukum namun ada permintaan pemilu ulang?

Berkaitan dengan permintaan pemilihan umum presiden saja yang meminta diulang, sedangkan yang pemilihan legeslatif tidak ada upaya menggugat sama sekali. Ingat sama sekali tidak ada partai politik baik PKS, PAN, Demokrat, dan juga Gerindra menggugat hasil yang TMS. Apa iya hanya pilpres yang curang, kalau pileg baik-baik saja. Gugur lah permohonannya kalau demikian. Termasuk soal DPT.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline