Ahmad Dhani tetap luar biasa sebagai seorang musisi dan penyanyi. Dalam sebuah ajang pencarian bakat, ia berlak sebagai juri juga cukup baik, di luar cara ia merendahkan Anang, itu konteks lain. Ia cukup sabar dan memberikan masukan yang baik, cukup lain dengan apa yang biasa ditampilkan.
Lagu-lagunya, banyak yang menjadi hits dan tenar, baik yang dinyanyikan sendiri, dalam grub, ataupun dibawakan penyanyi lain. Obyektif ini cukup menjanjikan untuk ketenaran di dalam melaju ke Senayan, sebagaimana Krisna Murti dulu, Anang, ataupun Eko Patrio. Namun mengapa ia gagal dan tidak cukup bisa bersaing?
Dhani memosisikan sebagai oposan, padahal jelas ia sendiri banyak yang tidak suka di luar ia sebagai penyanyi. Kisahnya berumah tangga dan kecelakaan anaknya membuat lobang hitam yang cukup kuat untuk tidak respek dan memilihnya menjadi wakil rakyat. Bandingkan dengan artis lain, ia jauh lebih tenar, namun catatan hidup di dalam keluarga ia tidak mendukung. Reputasinya itu diperparah dengan oposan yang maaf belum kenal dunia politik.
Pembawaannya yang arogan, merasa orang yang paling, diperparah pilihannya menikahi sahabat istrinya jelas membuatnya makin sedikit yang mau memilihnya menjadi wakil rakyat. Soal menyanyi orang bisa hanya penting suara dan karyanya yang enak di dengar. Kalau wakil rakyat kan beda. Pemilih akan melihat banyak hal dan pertimbangan untuk memberikan mandat kepadanya.
Politik kontroversial makin tidak laku. Anggapan ketenaran meskipun cemar ternyata tidak mampu membawanya ke kursi dewan. Perilaku aneh dan lucu sering ia tampilkan. Memang media dan banyak ulasan soal perilakunya ini, namun tidak berbanding lurus dengan apa yang seharusnya menjadi model politikus. Ia salah dalam banyak hal.
Melawan arus utama. Bagaimana ia dii Surabaya, tempat lahirnya, tempat tumbuhnya, dan juga pasti jaringan kuat ada di sana, namun karena perilaku dan pilihannya, malah membuat ulah di sana. Ini jelas membuat orang enggan untuk memilihnya. Orang menjadi khawatir, belum apa-apa saja arogannya minta ampun, apalagi kalau memiliki kuasa dan jabatan.
Perilaku pidana yang berulang. Mau menuduh kriminalisasi, mau mengaku ia baik-baik saja, toh peradilan berjalan, dan ia malah membelenggu dirinya. Jangan salahkan pihak lain, namun koreksi dulu perilaku, dan ia bisa saja melenggang. Mudah memang menuduh dan menuding yang ada di luar, namun apa yang dilakukan sejatinya juga banyak berperan. Ia belum sebesar Rizieq Shihab atau Tengku Zulkarnaen, atau kaliber Setya Novanto. Tali gantungan ia lilitkan sendiri, jangan salah kalau ada yang menariknya.
Jaringannya itu belum kuat. Benar bahwa ia tenar, itu dalam bidang yang berbeda. Mengapa artis lain bisa, padahal biasa saja? Mereka aman dari perilaku arogan, keluarga normatif, dan juga pilihan jaringan politiknya aman. Lihat bagaimana ia salah dalam melangkah dan itu terbaca dengan gamblang. Strategi yang malah merugikan sebenarnya.
Salah pergaulan. Jelas bagaimana ia yang dulu berseberangan dan bahkan berseteru dengan FPI tiba-tiba bergaul akrab karena kesamaan ide dan gagasan demi 2019. Apa yang ia tampilkan asyik masyuk dengan yang itu-itu saja, emnebar fitnah, hoax, dan fokus pada kebencian pada pemerintah. Coba bayangkan jika ia kampanye dengan cara yang normal, potensinya bukannya hilang malah makin banyak yang simpati dan memilih.
Pemahaman tentang politik juga masih belum memadai. Ia terbawa arus genderang pokoknya ramai. Aneh ketika ia getol kampanye #2019gantipresiden yang buatan PKS, sedang ia adalah kader dan caleg Gerindra. Jelas ia salah dalam hal ini. menghilangkan potensi suaranya sendiri.
Masuk penjara pun karena ketidaktahuannya ia akan batasan. Apalagi jika jadi anggota dewan, jauh lebih seenaknya, atas nama kekebalan anggota dewan, padahal bukan dalam segala hal merekaa kebal. Namun sangat mungkin ia akan berperilaku lebih ugal-ugalan.