Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Amien Rais, Andi Arief, dan People Power

Diperbarui: 20 April 2019   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Amien Rais, Andi Arief, dan People Power

Hasil resmi penghitungan suara pikpres belum usai. Toh sudah banyak yang percaya dengan hutung cepat, sehingga banyak respons dan reaksi yang cukup siginifikan. Pro-kontra berseliweran. Ada kuliah juga dengan banyak istila statistik dan survey yang dibahas. Ini kemajuan zaman dan menjadi  penting.

Ada pula sikap klaim, tuduh dan tuding, serta aneka macam reaksi dan aksi yang terekam oleh media. Ulah politikus yang biasa mendua, meniga, dan juga tidak ada kepentingan yang abadi demikian kuat. Sangat wajar, apalagi di alam demokrasi yang masih dalam tahap transisi dan belum sepenuhnya berjalan dengan semestinya. Ini proses yang memang harus dijalani.

Salah satu bahasan yang cukup apik adalah adanya perang urat syaraf di antara anggota koalisi Prabowo. Di mana ada Amien Rais yang menuding ada pemimpin yang jadi gamang, ragu, dan gagap dalam menyikapi persoalan. Ia selanjutnya mengatakan model kepemimpinan cari aman yang memang biasa terjadi dalam berpolitik.

Tanpa menyebut nama ataupun partai, toh memang hanya Demokrat yang sudah menyatakan sikap yang cukup berbeda dengan rekan koalisi mereka. Apakah ini bermain aman atau realistis? Jawabannya sederhana kog, kecuali jawaban politis jelas berbeda.

Andi Arief langsung bereaksi, bahwa hati-hati Amien jangan menantang SBY. Ia nyatakan pula SBY lebih mengenal Prabowo dan juga kenal siapa Amien Rais. Andi Arief  merasa   bahwa kebijakan Demokrat adalah demi Prabowo jangan sampai masuk permainan Amien. Itu urusan mereka. Namun ada yang jauh lebih menarik adalah:

Kalau memang menang, mengapa harus berselisih sendiri? Ini menjadi aneh. Kemenangan akan disambut dengan sorak sorai dan bergembira bersama. Justru memperlihatkan bahwa mereka hanya menunda kemenangan kubu incumben dengan segala dalih mereka. Fakta-fakta di depan mata, tidak ada raut kegembiraan dalam aura klaim kemenangan itu. Apalagi dengan friksi yang ada.

Tanpa memihak antara AA dan AR, coba dinalar lebih jernih, logis mana pilihan menyambut kemenangan dengan menuding pihak lain sebagai pelaku cari aman atau malah mengajak realistis? Ini juga sama-sama krusial, karena bisa menjadi adem dan satunya menyiptakan konflik baru yang tidak semestinya.

Memang satu sisi jika benar menang dan SBY meradang, job menteri bisa menambah bagi PAN. Namun sisi lain, posisi kritis ini harus dihadapi dengan kepala dingin, bukan malah grusa-grusu yang membuat orang malah menjadi aneh dan kemudian antipati. Pola yang sama terus menerus membuat orang bosan.

People power itu membutuhkan banyak tenaga, energi, dan jaringan. Nah ketika mereka malah bertikai sendiri, apalagi saling tuding dan serang, habislah energi dan potensi  adanya pergerakan massa. Apalagi jika bicara akomodasi dan segala tetek bengek penyemangatnya. Potensi itu sudah sangat berkurang.

Jika memang mengaku menang, kog menjadi aneh dan lucu ketika mereka bertikai sendiri tanpa esensi. Mengaku kemenangan rakyat, kemenangan bangsa ini, namun mereka sendiri malah saling sikut dan berebut untuk merasa paling berjasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline