Tensi makin meningkat jelang pemilu yang tinggi hitungan hari. Rilis survey Litbang Kompas yang cukup mengejutkan dengan berbagai variannya tentu memberikan dampak psikologis bagi masing-masing pihak. Ada yang menjadi kepedean, namun ada juga yang realistis.
Jokowi sebagai presiden dan incumbent, tentu juga layak bereaksi dengan pilihan bersama timnya. Kita lawan, sebenarnya bukan barang baru lagi. Menemukan momentumnya karena rival tentu terhenyak. Ribut dan riuh rendah komentar sana-sini.
Masih cukup dalam ingatan tampaknya ketika beberapa bulan lalu Jokowi mengatakan, kita diam bukan berarti takut, kalau diajak ribut ya ributin sekalian. Ingat, ini adalah reaksi, bukan aksi. Pun lawan itu jelas reaksi bukan aksi.
Sebagian pihak mengatakan Jokowi perlu diam saja sebagaimana pribadi beliau yang dulu. Eits tunggu dulu, tidak bisa demikian. Posisi incumbent serba salah, diam diinjak-injak, bahkan dengan fitnah segala. Posisi penantang tidak memikirkan tanggung jawab moral, berbeda dengan pejabat. Di sanalah kecerdikan dan kebijaksanaan diperlukan.
Pihak lawan yang tidak juga memiliki hal baru tentu akan berkisar pada hal-hal yang itu-itu saja. Menyinyiri kinerja dan pernyataan yang sering remeh temeh dan jauh api dari panggang. Maunyate seharian baru separo matang, membuat sakit perut.
Sikap tegas dengan kata lawan ini pas momentumnya. Hati-hati TKN di dalam menyikapinya, bukan kekerasan, namun otak yang diperlukan dan itu menjadi penting. Konotasi kekerasan bisa sangat berbahaya jika tidak hati-hati. Lihat saja sebentar lagi akan keluar pernyataan dan klaim presiden kog suka kekerasan.
Masih taraf wajar, sebagai kepela pemerintahan, berbeda ketika 2014, adalah sama-sama berangkat dari posisi yag setara. Kini membela juga simbol negara yang sering dilecehkan, pada sisi lain mereka juga membutuhkan. Ini pembeda yang mereka abaikan.
Cebong Serasa Kamret
Dua kubu dengan sebutan hewan ini, entah sampai kapan akan berakhir, namun keduanya sekarang cenderung identik. Fokus pada rival, tidak lagi menjanjikan kebaikan kubunya sendiri, namun mengulik, menjual keburukan rival. Sah-sah saja sepanjang itu memang fakta, namun ada yang berlebihan. Jauh lebih baik menjawab kampanye hitam dengan kampanye hal positif dukungannya.
Tidak kurang-kurang prestasi Pak Jokowi, dan itu jauh lebih menguntungkan jangka panjang bangsa dan negara ini. Sikap santun, santai, tak berjarak, dan apa adanya itu puluhan kali dari apa yang ditampilkan pihak sebelah.
Beberapa contoh berikut bisa menjadi menarik