Pemimpin itu realistis, bukan mimpi. Hal prinsip dan penting. Sayangnya belum tampak dalam koalisi 02 baik pasangan capres, dan jajaran BPN sekalipun.
Pemilu menjelang, tidak sampai hitungan bulan, hanya dalam hitungan sebulan lebih sedikit. Satu demi satu hasil survei dirilis, dan kompak semua identik, hanya soal perbedaan dalam hasil dalam prosentase.
Sangat wajar apa yang dilaporkan, karena toh itu gambaran yang sangat mungkin demikian. Kajian ilmiah dan di dasari dengan cara-cara ilmiah dan tentu dengan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Sangat menarik ada beberapa tanggapan dari pihak yang tidak mau tahu atas kekalahan dalam hasil survei ini. Beberapa hal yang patut dilihat dan dicermati adalah sebagai berikut;
Sikap penolakan, dari hampir semua lini 02. Dalam berbagai bentuk, toh intinya sama. Sang cawapres mengatakan, mereka tidak pernah percaya hasil survei eksternal. Cukup miris dan menarik sekali apa yang disampaikan.
Apa yang dinyatakan dan dikatakan jelas itu pola pikir katak dalam tempurung. Seorang pemimpin dan juga kelompok politik model demikian, akan susah maju karena dalam hal-hal berikut. Bagaimana mereka bisa dikelabui laporan ABS, asal bapak senang, khas Orba. Ini masalah pertama.
Kedua, jelas mereka sudah menutup diri, sehingga akan menjadi masalah ketika kalah beneran. Ini bukan tudingan tidak mendasar, toh sejak 2014 dan juga dalam pilkada sikap mereka selalu demikian.
Ketiga, kecenderungan politikus siap menang namun takut kalah, sehingga hidup dalam kubangan sendiri. Dengan alam demikian, hanya percaya kubangan sendiri, yang di luar itu adalah salah, sesat, dan kalau kalah mereka curang. Saling menguatkan di dalam dalam kubangan kesesatan.
Koordinator juru bicara BPN, mengatakan kalau hasil survei itu tidak bisa dipercaya. Rakyat sudah cerdas sehingga tidak lagi percaya pada lembaga survei. Lagi-lagi ada beberapa hal bisa kita cermati, apalagi kemudian mengaitkan dengan kondisi pilkada DKI 201 lalu.
Pernyataan pemilih atau rakyat sudah cerdas, setuju banget. Malah yang maaf kembali oon malah elit, di mana, mereka hanya percaya ketika hasil surveiy itu menyenangkan mereka. Hal ini selain meperlihatkan ketidakilmiahan mereka, juga jiwa kerdil dan tidak realistis.
Kecerdasaan rakyat malah digoda dengan asumsi, persepsi, dan masukan yang sudah dibiaskan oleh mereka. Apa yang terjadi, terutama media sosial, grup-grup percakapan telah cenderun bias dan telah diubah sesuai dengan kepentingan mereka.