Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Capres 02, Agama dan Tempat Ibadah, Mobil dan Garasi, di Antara Politik Identitas

Diperbarui: 4 Maret 2019   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup menarik kala pilpres kali ini, ada kecenderungan makin menguatnya politik identitas. Isu suku dan ras serta agama yang 2014 lalu lebih mengarah pada capres Jokowi. Ada nama bermarga Tionghoa, asal Singapura,  dan seterusnya. Toh isu PKI dan ras agama itu hingga lima tahun masih saja ada dan cukup kuat.

Pas mempersiapkan artikel ini, membaca sebuah buku, Docat

Seseorang yang menyebut dirinya Kristen hanya karena masuk gereja, ia menipu diri sendirI. Orang tidak bisa berubah jadi mobil hanya karena ia berada di garasi. 

Albert Scheitzer.

Gereja dan Kristen bisa diubah sesuai konteksnya tentu saja. Konteks yang pas bisa saja menjadi Islam karena masuk masjid.

Apa yang kita saksikan, kadang juga kita lakukan sering hanya sebatas label, citra diri luaran, dan asesoris di dalam beragama. Memang bahwa label, citra diri atau asesoris itu penting, namun bukan yang utama. Bagaimana perilaku jauh dari ajaran agama, namun pakaian khas keagamaan, ayat-ayat suci disitir demi  mencari aman, kepentingan politis di dalam membenarkan pilihan mereka. Coba bayangkan agama saja menjadi komoditas semurah itu. Apa ini bukan penistaan yang sangat mendasar malahan? Miris sebenarnya, namun apa daya, ketika kekuatan otot para penganut kebenaran semu itu lebih menguasai arus pikir berbangsa saat ini.

Apakah ketika di dalam garasi itu selalu mobil, akan menemukan faktualisasi ketika Ahmad Dhani mengenakan kaos bertuliskan tahanan politik, sama juga dengan anaknya mengenakan kaos dengan tulisan my hero. Nah jika demikian, apakah juga bisa menggunakan kaos dengan tulisan anggota dewan kemudian membuat UU tentang apa saja sesuai keinginan saya semata? Jawabannya mangga dijawab sendiri.

Melihat hal-hal itu, seolah memang logika, pola pikir, dan olah nalar mereka hanya berkisar pada kepentingan sendiri, kesalahan ada pada pihak lain, dan yang ujung-ujungnya adalah koalisi 02 adalah pemenang pemilu. Miris karena narasi berkembang, jika menang koalisi 01 itu karena curang.

Agama itu perilaku dan pengamalan

Apapun agamanya kog nampaknya berlaku universal di mana perilaku dan buah dari hidup beragama itu penting. Mengenai label seperti pakaian, asesoris, baik kalung salib, peci, jubah, atau sorban itu hanya sarana dan penanda, bahwa ia mendapatkan keyakinan dan kenyamanan dengan imannya dengan lambang itu. Apakah kadar iman dan agamanya menjadi bertambah atau berkurang tergantung itu, sama sekali tidak. Namun bahwa ada yang menilai demikian, itu hal mereka.

Lihat saja para koruptor itu, bagaimana perilaku mereka, maling, tidak menyesal, malah cengengesan, dan menggunakan atribut agama juga kog. Bahkan ada yang mengaku bahwa itu adalah rezeki dari Allah yang tidak boleh ditolak. Jelas ini memaksakan teks bahwa rezeki tidak bolehditolak, hanya untuk membenarkan aktivitas malingnya. Apakah ia tidak tahu? Jelas tahu, namun bahwa masih banyak orang mabuk agama, yang mudah dipelintir dengan istilah religiuslah mereka menggunakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline