Pemimpin negara tidak harus pemimpin agama, ini negara Pancasila dan bukan negara Teokrasi. Pun, pemimpin agama, tidak dilarang memimpin negara, karena negara demokrasi, tentunya semua warga negara layak untuk menjadi pemimpin bangsa ini, apapun latar belakangnya, termasuk pemimpin agama sekalipun. Kesetaraan di alam demokrasi adalah wajib.
Pemahaman agama itu penting bagi seorang pemimpin termasuk pemimpin berbangsa. Bayangkan bagaimana jika bernegara namun dipimpin orang yang abai akan sisi spiritualitas. Salah satu yang parah adalah pemimpin yang membenarkan segala cara demi mendapatkan kemenangan dan kursi, perilaku demikian, apa pantas menjadi pemimpin, meskipun pemimpin politik sekalipun.
Agama sejatinya menjadi pedoman, kompas, penunjuk arah bagi sebuah kepemimpinan dan perilaku pemimpin. Ideologi bangsa memang penting dan baik. UUD dan dasar negara serta turunan adalah tuntunan di dalam bernegara.
Pemimpin sebagai pribadi perlu memiliki pemahaman agama dan spiritual cukup sehingga bisa menjadi teladan dalam segala kondisi. Agama bisa memberikan tuntunan perilaku pemimpin yang lebih baik.
Politik identitas dan agama
Salah satu penyakit bangsa ini adalah memainkan agama sebagai sarana menggoda pemilih. Berebut suara dalam pemilu memang salah satu ciri demokrasi. Nah di sini peran agama dan spiritualitas yang sejati itu menemukan maknanya.
Pelaku dan politikus yang berdemokrasi dengan etis tentu jauh lebih baik dan bermartabat. Keberadaan agama menemukan fungsinya yang sejati.
Selama ini, beberapa kelompok, terutama para politikus miskin prestasi, menggunakan agama semata sebagai sarana untuk mendapatkan suara dan pemilih. Pemilih itu yang sebenarnya diberikan pencerahan dengan visi dan misi, bukan malah dengan menggunakan sentimen agama, ras, dan suku. Namun selama ini, hal itu cenderung kebih kuat dan menggejala terutama akhir-akhir ini.
Agama seharusnya menjadi acuan di dalam perilaku berpolitik. Politik yang selaras dengan aturan agama. Mana ada agama yang menganjurkan perilaku munafik, menebarkan fitnah, mendistorsi fakta demi mendapatkan pengaruh, sekaligus pemilih. Terkhusus dalam pilpres 2019, hal itu mulai kuat dan menjadi alat yang seolah satu-satunya cara dan jalan.
Efektifitas isu agama dan politik
Terbaru, tentu adanya kampanye kalau salah satu capres itu akan melarang adanya kumandang adzan jika menang dalam pilpres mendatang. Polemik berkepanjangan. Para pelaku terputus dalam organisasi pemenangan paslon.