Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Korupsi di Mata Capres

Diperbarui: 18 Januari 2019   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Debat sudah berlangsung. Terus terang enggan melihat itu, karena sudah pesimis sejak awal akan seperti awal. Benar perkiraan, grup riuh rendag dengan tema yang identik. 

Membaca dan melihat beberapa pembicaraan, tertarik soal pemahaman dan ide mengenai tindak korupsi. Ini bukan soal sudah atau belum memerintah, namun sikap batin di dalam melihat masalah ini.

Korupsi sejak lama seolah menjadi penyakit bangsa ini. Dalam sebuah  bagian kisah Novel Burung-burung Manyar, Rama MangunWidjaya mengisahkan, seorang prajurit era perjuangan itu hanya tidur, menggodain gadis atau ibu-ibu di desa. Tidak pernah namanya ikut gerilya, namun dekat dengan pimpinan. Bisa saja ia berkelit dan bersembunyi.

Kemerdekaan datang dan si prajurit malas tadi ternyata datang ke tempat yang sama sebagai pejabat daerah. Masih sama petentang-petenteng apalagi sudah mendapatkan kekuasaan dan jabatan. Ini jelas sikap, susah melihat ini murni fiksi dari pengarang, lebih cenderung adanya pengalaman langsung yang penulis alami.

Beberapa hal cukup menarik disajikan oleh kedua kandidat. Pertama, mau menaikan gaji bagi pegawai. Jelas memperlihatkan pemahaman dangkal atas persoalan klasik korupsi. 

Ingat bagaimana remunerasi pegawai pajak baru dinaikan dan malah megaskandal Gayus terungkap dan itu belum juga berbicara banyak. Pun di lembaga kehakiman, gaji sudah dinaikan berkali lipat, toh masih juga hakim antri dicokok KPK.

Koalisi juga pernah menyatakan bukan bahwa maklum saja gaji gubernur kecil, jika menyelewengkan anggaran. Kata Zulhas ketika banyak kadernya yang juga gubernur satu demi satu masuk antrian sel KPK. Miris jika hal yang sama dianggap sebagi hal yang benar dalam mengatasi masalah korupsi.

Gaji bukan menjadi masalah, ini sikap mental dari pegawai yang memang dasarnya maling. Gaji tinggi masih maling, jelas karena tamak dan rakus, tidak cukup dengan apa yang diterima. Mau berapa saja akan kurang. Jelas solusi tidak mutu.

Kedua, memandang korupsi kecil-kecilan, bolehlah. Susah juga jika perilaku jahat masih bisa ditoleransi. Bagaimana penghayatan agama dan spiritualitasnya jika demikian. ketika kecil dibiarkan akan menjadi besar. 

Ingat lobang gigi kecil tanpa penanganan akan menjadi besar. Hal yang sama juga terjadi dalam kisah korupsi. Kecil tidak diatasi akan membesar, bukan malah dibiarkan kecil saja.

Ketiga, menghukum koruptor ke pulau terpencil dan membiarkan mereka untuk "kerja rodi" di sana. Ini jelas olok-olok asal beda dengan kondisi yang terjadi selama ini. Bagaimana  mereka memandang korupsi hanya untuk debat dan terdengar mentereng. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline