Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Politik Alay ala Andi Arief, Mematahkan Politik Santun Demokrat

Diperbarui: 5 Januari 2019   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Usai lengser sebagai presiden, SBY seolah kehilangan sentuhan santunnya. Memang bukan SBY langsung menampakan ketidaksantunan, namun lingkaran utamanya. Pilkada DKI mempertunjukan karakter asli, tanpa topeng, kala SBY marah bukan hanya dengan kata, namun ekspresif dengan muka merah padam, dan jargon lebaran kuda yang fenomenal itu.

SBY sebagai ketua umum Demokrat ternyata memiliki kecenderungan yang jauh dari jargon era dulu, yang menjual santun. Entah karena yang santun-santun itu masuk bui atau mau mengadakan perubahan karena bersih masuk bui, coba yang sarkas saja.

Pilkada DKI menjadi titik balik perpolitikan Demokrat yang menggunakan bahasa dan pendekatan berbeda. Kalau main aman masih tetap sama saja. Susah berharap yang berbeda.

Dari sana pun main pecat bagi kader-kader yang meskipun ngawur namun tidak kasar. Ruhut yang menggelari dirinya anjing penjaga pun tidak sekasar model Andi Arief, apalagi Ferdinan Hutahaen ketika menggunakan media sosial.

Entah mengapa SBY diam seribu bahasa dengan polah kedua pejabat terasnya. Berbeda sikapnya dengan Roy Suryo yang dua kali kena semprit. Satu sih memang memalukan karena ngemplang barang kementerian. Dulu, ketika banyak omong pernah ditegur dengan alasan bukan tugas dan kewenangannya, dan diam seribu bahasa hingga kini.

Apa pilihan ini sebagai bentuk kontra karena, santun tidak menjamin pemilih? Ah mosok, tetapi jika membaca bahasa kasar, vulgar, Ferdinan Hutahaen harusnya SBY malu.  Bahasa abg labil tidak sekolahan yang ada. Ini bukan soal kampanye semata, namun juga literasi bermedia sosial bagi bangsa dan negara lho.

Andi Arief dan Ciutan ala Alay

Alay itu, abg lebay, di mana apa yang dijadikan status media sosial, ciutan, atau pernyataan persnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Persis remaja galau yang menuduh rivalnya begini dan begitu, usai disamperin, diklarifikasi, langsung dihapus. Kalau didatangi kabur dan pernyataannya dihapus, atau ngeles seperti bajaj kejar setoran. Miris sebenarnya perilaku generasi muda kog seperti itu.

Mengapa SBY diam saja? Padahal  jelas sangat kontraproduksi dan tidak patut di tengah arus dan alam demokrasi yang kata Pak Beye harus santun itu. Apa iya menuduh dan menuding namun diperiksa oleh yang berwenang tidak mau. Paling tidak ada tiga kejadian cukup besar yang ia sampaikan dari pemilihan nama cawapres hingga hari ini.

Jenderal kardus. Hanya begitu, tidak ada tindak lanjut. Sama juga maaf kentut, berbau menguar busuk ke mana-mana, semua tidak ada yang mengaku ya sudah. Apalagi upaya penegakan peraturan pemilu pun sama buruknya. Tidak pernah memeriksa yang menyatakan dan sudah disimpulkan tidak ada pelanggaran. Wajar kalau mengulangi dan kini lembaga yang berbeda yang akan menangani. Bawaslu sudah memberikan rekaman ke mana kecenderungannya.

Tujuh kontainer surat suara. Ya gitu deh, lagi dan lagi sama saja, ngeles ke mana-mana dan malah menyasar presiden. Lha memang pentingan nasib AA atau keadaan negara?  Susah yakin akan ada tindak lanjut. Di mana ini adalah KPU dan kepolisian yang perlu menunjukkan tajinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline