Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Toamu Tidak Memengaruhiku, Kuharap Lonceng dan Salibku pun Demikian

Diperbarui: 27 Desember 2018   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa Natal masih berlangsung, miris sebelum Natal ada peristiwa di mana ada pemakaman yang salibnya harus dipangkas dengan berbagai-bagai versi  yang pada dasarnya akan menilai diri dan aktivitasnya yang paling baik dan benar. Hal yang seolah akan lebih sering jika tidak disikapi dengan bijak.

Kemudian ada juga grup yang membagikan di mana adanya larangan menyelenggarakan perayaan Natal di tempat terbuka. Perlu dijelaskan adanya perayaan Natal  di tempat terbukan hanya kalau itu oukumene, di mana semua gereja di suatu tempat, kota tertentu mengadakan ibadah bersama. Dan ini juga bukan Misa atau Kebaktian Natal, yang pasti akan dilakukan di dalam gedung gereja masing-masing.

Misa di luar gedung gereja juga hanya ada pada tahbisan sekelas uskup di mana memang umatnya sekelas gubernuran, jadi dulunya di stadion. Maraknya sensitifitas kemarin tahbisan uskup Semarang diadakan di komplek kampus AKPOL.

Seorang perwira polisi menyatakan jika perayaan Natal jangan lah terlalu banyak atribut keagamaan tertentu yang bisa menyinggung kebebasan umat lain. Senada ternyata dengan apa yang dikatakan seolah walikota di Jawa Timur.

Padahal baju, topi, dan asesoris sinterklas itu bukan pakaian Liturgi, pakaian Misa, namun ornamen kemeriahan Natal semata. Malah cenderung bisnis, bukan ekspresi iman.  Miris jika membaca berita perwira dan walikota masih memiliki pola picik demikian.

Syukur alhamdulilah, puji syukur pada Allah ada ungkapan Gus Mus yang menyatakan kehebatan Nonmuslim di dalam menghadapi imannya daripada Muslim yang mengatakan banyak hambatan dan godaan yang memudarkan imannya. Kurang beragama dan beriman apa coba sekelas Gus Mus, pun masih juga banyak yang akan mencaci, sedang kadar imannya masih sangat rendah.

Sejatinya, adanya toa dengan adzan, lonceng gereja yang memanggil umat ke gereja, ataupun salib untuk nisan, ornamen untuk hiasan rumah, sebatas ekspresi iman, ungkapan cara beriman, dan menampilkan bagaimana iman itu diperlihatkan. Apakah itu memberikan gambaran utuh kualitas iman seseorang? Sama sekali tidak.

Pengalaman sekian puluh tahun, dua pertiga kehidupan itu diwarnai dengan indahnya suara pesantren dan masjid mengumandangkan adzan, atau mengaji saling bersaut-sautan, apa yang saya dengar itu keindahan, pujian pada Sang Pencipta, tidak ada yang buruk.

Memang kadang ada yang membuat kuping panas, ketika isinya hujatan, atau sejenisnya, toh itu bukan yang dominan, sesekali saja. Secara umum jelas lebih menyenangkan, ada keteduhan dan kedamaian yang menghiasai kalbu.

Ada seorang guru pesantren yang merasa salib yang diarak keliling kota itu bisa mengganggu iman murid-muridnya. Apakah iya demikian, jika iya, berarti iman saya sudah habis tak bersisa dong?

Belum lagi jika dekat bulan Ramadan, pesantren dekat rumah akan mengadakan acara, di mana hampir seluruh jalan kampung  jadi parkiran jamaah, sound system, juga jauh lebih keras beberapa kali dari pada biasanya. Mosok hanya dengan demikian, mengganggu iman saya, sama sekali tidak kog.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline