Kampanye ini seolah berjalan tidak berimbang, satu riuh rendah dengan berbagai maam jenis, satu kubu hanya menjawab pertanyaan dari media. Satu koalisi ribut antaranggota, satunya santai-santai menikmati kebersamaan yang memang dibangun dengan perencanaan matang. Komunikasi satu sisi berjalan dengan baik dan lancar, di bagian lain malah sering saling mementahkan. Sering orang mengatakan pemilu sudah selesai.
Entah ini kebetulan atau memang sudah kehendak Yang Kuasa, ada tujuh presiden yang pernah ada di Indonesia, kog dua militer angkatan darat bergabung pada koalisi yang mengajukan militer. Lima presiden dan keluarga besar presiden sipil pada barisan yang berbeda. Menarik dan sangat layak ditunggu pada akhirnya April nanti.
Prediksi dan amatan para profesional memang mengatakan Prabowo sudah kalah, ternyata dia tidak mau dalam kamusnya itu kalah, meskipun ada juga politikus yang menilai dia tidak pernah menang. Ya biasa saja toh berbeda itu utama dalam alam demokrasi.
Ada beberapa hal ia menang telak dari Jokowi, yang telah mengalahkannya dalam pemilu yang lalu. Kemenangan ini bersama dengan tim dan lingkaran terdekatnya lho ya,
Koalisi yang aneh, Prabowo pernah mengatakan itu sendiri. Entah karena bercanda, frustasi, atau memang kenyataannya. Lha memang demikian adanya. Pameo musuhmu juga musuhku lebih menggejala dalam pilpres dengan dua pasang ini, meskipun belum tentu juga kamu ada temanku yang sejati. Perilaku Demokrat paling jelas mempertontonkan dan mempertegas koalisi aneh ini.
Belum lagi saling mementahkan dan membantah apa yang dinyatakan oleh anggota koalisi. Ada tuduhan yang diperjuangkan pemalas lah, atau malah ada ide dijawab dengan uangnya siapa. Ingat soal uang gaji guru Rp. 20.000.000,00.
Jika memang koalisi yang tidak aneh dan sehat, akan dijawab atau dinyatakan dengan normatif, idealnya memang dua puluh juta karena tanggung jawab yang besar, uang bisa dicari dan seterusnya. Ini bagi koalisi yang waras.
Reaktif, abai rasional. Salah satu anggota tim pemenangan hanya karena ketidaksukaan akan rival mengatakan buat apa Menteri PUPR harus membeli karet, apa hubungannya. Padahal karet itu dipakai sebagai campural aspal, dan dari sana karet petani bisa dihargai lebih layak. Ini kan logika meninggalkan otak karena emosional dan hati yang buram semata.
Hal yang sama, beberapa waktu lalu mereka, ini hampir seluruh tim komplit kena kibul oleh tokoh yang ada pada barisan mereka. Ratna Sarumpaet yang mengaku dihajar orang dan telah menuding penguasa yang berbuat itu. Ke mana hayo mereka yang kemarin sudah kompak paduan suara dan menuding pemerintah dan jajarannya?
Menang juga di dalam membela para pelaku "hal tidak semestinya" asal itu diarahkan ke pemerintah. Terbaru soal Bahar yang dalam kegiatan keagamaan namun mengata-ngatai presiden sebagai hal yang tidak patut. Hal ini au dikatakan kepada siapapun tidak patut kog, apalagi presiden, eh dibela karena lagi-lagi soal "musuhmu" adalah "musuhku" juga tersebut.
Jauh lebih lama hal ini berlaku juga untuk Rizieq Shihab, para pelaku ujaran kebencian lain yang diajukan ke meja hijau selalu mereka dukung dna bela, meskipun sebatas omongan bukan tindakan nyata. Termasuk kalau itu pelanggar hukum dan kriminal namun ada pada barisan mereka.