Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Prabowo dan Vicky Prasetyo, Drama dan Politik

Diperbarui: 23 November 2018   05:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari-hari ini media sedang dipanaskan dengan kisah Vicky Prasetyo yang tidak ada habis-habisnya membuat cerita. Dulu dengan bahasa anehnya, kemudian dengan berbagai kontroversinya, tiba-tiba menikah dengan artis yang tidak kalah hebohnya. Tidak lama dengan isi pernikahan yang lagi-lagi tidak jauh dengan drama pula.

Soal isi juga tidak tahu dengan persis, hanya membaca judul dan palingan juga tidak jauh dari itu. Hampir tidak ada isi namun toh banyak juga yang mengulik dengan sepenuh daya dan mengikuti media sosialnya seolah itu menambah kualitas hidup. 

Pernikahan yang belum juga lama sudah diisi dengan penggrebegan dengan segala drama yang lakonnya lagi-lagi tidak jauh dari kontroversi. Miris lagi ini adalah pasangan suami-istri namun mengumbar ranah paling private sebagai konsumsi publik. Kamera, wartawan, dan banyak pribadi lain yang seolah memang dipamerkan kebobrokan mereka sendiri.

Itu dunia artis yang memang hanya mengandalkan viral yang kadang menggunakan segala cara yang penting  bergulir, tenar, meskipun cemar  tidak peduli. Bahasa gaulnya settingan, yang seolah ada agen untuk itu, menjual derita, drama, dan sering pula adalha ranah paling pribadi termasuk aib tidak menjadi masalah.

Trik murah meriah dan jaminan masuk media menjadi promosi yang luar biasa di tengah arus budaya instan, soal penilaian dan penghargaan atas moral tidak lagi menjadi yang utama. Yang mendatangkan uang, sekalipun mempermalukan diri sendiri dan orang lain bukan masalah.

Prabowo dan Tim

Menyaksikan apa yang mereka tampilkan, kog naif jika ini bukan settingan laiknya perilaku VP itu. Bagaimana tidak ketika mereka bisa saling meniadakan pendapat satu sama lain. lagi-lagi ini soal tenar meski cemar juga menjadi panglima dan gaya berkampanye yang murah meriah.  Mempermalukan diri sendiri juga tidak merupakan hal yang membebani nurani mereka.

Saling bantah antarketua partai politik dengan tim kampanye hampir setiap waktu hadir. Saling bantah dan mentahkan ungkapan bukan lagi barang baru. Mengeluarkan pernyatan dan kemudian disadari sebagai kesalahan dan kemudian meminta maaf, begitu saja dan selesai. Hal-hal itu berulang dan seolah tidak menjadi beban bagi mereka, bahwa kebohongan, kesalahan, dan drama mereka itu makin hari makin garing.

Pola berulang, belum lama, seolah ada perselisihan antarparpol, membuat tuduhan yang tidak terbukti kemudian meminta maaf, dan itu masif, terstruktur, dan ada yang seolah  mengatur, susah untuk tidak curiga bahwa itu ada yang merencanakan dengan baik dan memang sudah dirancang sebagai sarana mengaet pemilih.

Mengapa demikian?

Pola pikir anak bangsa yang masih suka sensasional daripada yang esensial. Lihat saja bagaimana artikel bagus, judul manis dan faktual, akan kalah dengan artikel bombastis, judul menarik meskipun isi jauh dari apa judulnya. Pun media demikian juga. Bagaimana media yang menjual sensasi, menuliskan berita atau opini bombastis lebih ramai dan banyak iklan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline