Masih cukup panas dan menarik apa yang terjadi para Ratna Sarumpaet, meskipun kepolisian hendak dihajar dengan isu lewat khabar kapolri yang dituding menerima aliran dana korupsi, hingga pembakaran bendera kala upacara peringatan Hari Santri Nasional, toh mengenai RS masih cukup hangat dan menarik perhatian. Dalam pusaran itu menarik saat dua dokter pada posisi yang berseberangan.
Mereka berdua sebenarnya berangkat dari keprihatinan yang sama, merasa tidak nyaman karena adanya kekerasan terhadap perempuan tua lagi, sama-sama simpati. Namun makin jelas pada akhirnya jauh berbeda dan bertolak belakang.
Menarik justru mencoba melihat apa yang disajikan Tompi terlebih dahulu, bagaimana ia yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis bedah plastik, tentu lebih memahami mengenai luka dan apa itu operasi plastik.
Menyedihkan atau miris, ketika orang yang tahu dengan baik, profesional malah dituduh kedokteran masuknya nyogok, dokter abal-abal, dokter hasil revolusimental, ada apa ini coba, ketika menyangkut orang bukan politik melebar ke pemerintah yang memang memiliki program RM itu?
Tompi menjawab mereka itu fokus pada apa yang memang menjadi ranah tanggung jawab dalam batasan ranah etis yang berbicara soal moral. Ia tidak berlebihan membawa-bawa pada lingkup agama dengan istilah-istilah suci, membawa dalam konteks politik, dan menyeret-nyeret dengan berbagai dalih dan dalil.
Ternyata kalau mau sedikits aja keras keras dan kerja cerdas, ketemu dengan banyak artikel yang membuat makin cerdas. Dengan gampang kog menemukan bahasan bagaimana luka dan lebam karena benda tumpul, pukulan misalnya, apalagi bertubi-tubi sebagaimana kata Hanum Rais. Dalam artikel tersebut juga disebutkan apakah tubuh yang terbentur, atau diam namun mendapatkan pukulan. Jelas bukan arahnya?
Apalagi jika itu adalah hasil oplas, berarti akibat benda tajam. Sangat jauh berbeda dan hasilnya jelas lain sama sekali. Lebam tanpa adanya perubahan warna kulit membiru kehitaman itu karena benda tumpul atau tajam, hayo mosok dokter tidak tahu sih?
Pilihan dan sikap Tompi juga tidak kemudian menuding RS sebagai pelaku kebohongan, padahal ia sejatinya, pada awalnya menerima itu sebagai bentuk kebiadaban, pun ia tidak menyalahkan oplasnya, namun kisah yang mengikuti itu yang ia tidak setujui. Apa yang ia bahas masih dalam koridor apa yang ia geluti sebagai seorang dokter yang khusus bedah plastik, jadi soal luka dan akibat atas penanganan "permak" wajah tentu ia paham dengan baik.
Kembali melihat apa yang dilakukan koleganya dalam dunia kedokteran yang sama beda spesialisasi dan kekhususan, perempuan ini dokter gigi, awal yang sama simpati kepada "penderitaan" si nenek, namun sudah ada ungkapan lebay, soal menyamakan dengan Cut Nyak Dien dan ada nama lain yang katanya menderima kekerasan dalam diri Neno. Ini mungkin soal penolakan di mana-mana. Makin lemah alibi yang mengatakan ia tidak tahu kebenarannya dan menuding RS sebagai pembohong, menjadikan mereka korban atas kebohongan RS.
Mendengar pengakuan RS, Tompi tidak bereaksi secara berlebihan, padahal seharusnya jauh lebih marah ia yang sudah dituding macam-macam oleh Zon dan kawan-kawan, namun malah tetap fokus pada apa yang memang menjadi keahlian dan tugasnya. Hanum malah mengaitkan dengan agama dan menyitir kata-kata religius, ada apa ini?
Kedua dokter membuat pernyataan yang sama, yaitu sama-sama prihatin ketika spontan melihat itu. Berbeda karena Tompi hanya melihat photo dari media sosial yang ia terima, Hanum menerima pengakuan, yang diistilahkan dengan bahasa khusus yaitu dalam bahasa Arab, apa ini tidak ada keinginan atau maksud lain?