Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Pemilu di Antara Perayaan dan Perang

Diperbarui: 22 Oktober 2018   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu yang menggembirakan dari Orba adalah lagu pemilu, yang riang gembira dan penuh keceriaan, Pemilihan umum telah memanggil kita / Sluruh rakyat menyambut gembira / Hak demokrasi Pancasila / lihat bagaimana pemilu itu dikondisikan sebagai sebentuk kegembiraan bersama. Lepas dari kualitas pemerintahan dan rezim serta pemilu sebagai faktual, paling tidak narasi yang mau dibangun adalah menyenangkan.

Kegembiraan dan seluruh rakyat terlibat dalam kegembiraan. Azas demokrasi yang hakiki memang harus diwarnai dengan kegembiraan dan keriangan sebagaimana lagi tersebut. Namun apa daya, ketika beberapa oknum takut kalah menggaungkan wacana ketakutan kecemasan, dan surga dan neraka terlibat di dalamnya.

Beberapa elit memiliki dan menganalogikan pemilu sebagai berikut.

Perayaan.

Pemilu, itu perayaan demokrasi, yang harus berisi gagasan, visi, misi, dan ide. Tidak penuh dengan kebohongan, caci maki, fitnah, dan saling jegal. Perayaan yang harus bernuansa kegembiraan, riang-ria. Bagaimana bisa jujur dan adil jika sudah dipenuhi dengan kecemasan dan intimidasi. Kecemasan kalau tidak masuk surga dan menderita di neraka. Padahal apa kaitan pemilihan presiden dengan akherat. Berbeda jika yang dipilih dan tidak menjalankan kepercayaan ya neraka tempatnya.

Perayaan, dalam KBBI diberikan arti pesta (keramaian dsb) untuk merayakan suatu peristiwa. Pilihan yang mendekati demokrasi dan pemilu yang lebih manusiawi, lebih dekat dengan arti yang esensial atas pemilu, dan pemikiran yang patut mendapatkan perhatian karena melihat sebagai sebuah keramaian untuk merayakan suatu peristiwa.

Pesta, itu wujudnya kegembiraan. Adanya suasana akrab, canda tawa, makan bersama mungkin, dan satu sama lain itu bersatu sebagai sebuah kesatuan utuh. Mana ada pesta kog wajahnya kecut, ketakutan, dan penuh dengan kekhawatiran, muka seperti orang yang mau berak tertahan kamar kecilnya penuh.

Perang

Ada dua narasi cukup besar yang menyatakan pemilu sebagai perang. Amien Rais sebagai "pencetus" kisaran 2014, bahkan menyatakan sebagai perang badar, yang berkaitan dengan agama tentunya.  Perang itu adanya sebuah serang-serangan yang kalah dan menang, saling bunuh mungkin, dan bisa terjadi luka dan berdarah-darah. Konteksnya menjadi perebutannya yang dominan, pokok menang.

Djoko Santoso, lebih lembut dan realistis sebagai bentuk perebutan hati dan pikiran rakyat. Sebenarnya akhirnya sama dengan Amien Rais yang melihat sebagai perang, perebutan, meskin jauh lebih bijak ala DjS, namun fokusnya adalah menang dan perebutan.

Esensi politik memang meraih kekuasaan, namun jangan dilepaskan dengan konteksnya secara hakiki pula untuk mewujudkan kebaikan bersama, ingat tujuan ini jangan menjadi dilepaskan dengan konteks merebutnya saja, atau mendapatkannya saja. Tugas sebagai konsekuensi atas kemenangan itu juga penting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline