Cukup menarik, aktual, dan jelas memberikan pembelajaran bersama, bagaimana bijak bermedia itu sangat penting. Berbeda dengan kasus kemarin yang masih juga panas, cenderung politis, kali ini lebih realistis dan bisa terjadi bagi pegiat media sosial termasuk di sini, Kompasiana. Kalau tidak hati-hati, bijak, dan cenderung emosional bisa masuk ranah hukum.
Kisah itu bisa dicari dengan mudah dan masih hangat, tidak perlu mengulangi kisahnya, namun ada beberapa hal yang layak dipetik sebagai pelajaran.
Melihat, membaca, dan mencerna dari pemberitaan, Augie nampaknya tahu bahwa apa yang ia duga tidak sepenuhnya benar demikian. Mengapa? Postingan sudah dihapus, tidak ada bantahan atau ngeles dengan apa yang terjadi. Versi kepolisian pun bisa sangat dipahami, tanpa ada gejolak berarti, beda dengan kasus-kasus lain yang sering tidak sinkron. Ini tidak. Artinya, bisa diambil titik temu memang posisi pasal itu bisa membuat Augie menjadi tersangka
Pertama, mudah dan murahnya media, dan alat komunikasi untuk perekaman bisa menjadi bumerang ketika abai akan konteks yang terjadi. Fakta ada polisi menawarkan tiket, yang dicurigai oleh Augie sebagai calo. Konteks utuhnya ternyata panjang dan itu yang menyeretnya menjadi penghuni tahanan kini.
Kedua, emosional ketika membubuhi keterangan dalam video. Jika video begitu saja, tentu bisa diabaikan orang, namun emosional menambahkan keterangan, apalagi langsung dari lapangan, tempat kejadian bisa menjadi bumerang.
Mengapa? Tidak berjarak, orang bisa melakukan apa saja, lingkungan juga sangat menentukan, pemikiran obyektif dan rasional bisa terkalahkan oleh dorongan hati yang belum tentu demikian yang dimaksudkan. Pertimbangan untuk melihat secara luas bisa terkalahkan.
Alangkah bijak, bisa menunggu sejenak, menarik nafas, dan menjaga jarak atas peristiwa, sehingga bisa menimbang baik buruk, kemungkinan apa yang bisa menjadi potensi masalah dan itu bisa diminimalkan. Dan ini diperlukan agar tidak menjadi bencana bagi semua pihak.
Viral menjadi penting ketika media demikian mudah dan murah serta terjangkau. Nah ketika viral namun berisiko, buat apa coba? Apalagi di tengah gencar-gencarnya antihoax.
Ketiga, melihat rekam jejaknya di dalam pemberitaan, Augie juga tidak aneh-aneh, dibandingkan artis, pesohor yang memang suka main-main dengan hal ini. Misalnya itu Farhat Abas atau Ahmad Dhani, orang sudah akan tahu ah ini sih jelas arahnya ke mana. Beda dengan apa yang Augie lakukan selama ini, masih relatif jauh dari hiruk pikuk politik yang akhir-akhir ini kental dengan kepalsuan.
Keempat, kritis itu boleh, asal dibarengi dengan sikap bijak dan hati-hati. Coba dalam keterangan itu tidak demikian halnya atau isinya, misalnya diberi tambahan tanda tanya "?" atau apakah ini perbuatan calo atau apa sih? Hal-hal sejenis yang bisa menetralisir keadaan, tidak berupa tuduhan yang langsung bisa menjadi masalah berkepanjangan.
Kelima, perlu juga tindakan bijaksana dari penegak hukum, agar misalnya tidak asal orang yang publish sekali soal kesalahan langsung menjadi tersangka, kisah yang identik, di Sulawesi ada orang bercanda kota itu sedang siaga, karena ada mutilasi terhadap marta...ternyata adalah martabak. Becanda kelewatan iya, benar, namun dampaknya apa iya sesignifikan atas perilaku elit yang tidak tahu malu itu? Tidak bukan.