Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Ratna Sarumpaet, Akankah Menjadi Duta Antikepalsuan?

Diperbarui: 9 Oktober 2018   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(aceh.tribunnews.com)

Apa yang dinyatakan Ratna Sarumpaet cukup menggemparkan jagat perpolitikan bangsa ini. Bagaimana tidak ketika elit negeri beramai-ramai menyatakan kalau telah terjadi penganiayaan pada perempuan, aktivis, dan kog ndilalah, banyak menyuarakan hal yang berbeda dengan arus utama keadaan negeri ini.

Hingga seorang calon presiden, ketua umum partai politik, dan calon wakilnya, hingga anggota dewan seterusnya, ada yang mengadakan konperensi pers, mengunggah kata-kata, gambar bahwa muka bengeb Ratna Sarumpaet usai operasi sebagai karena penganiayaan.

Jelas bahwa hal ini gorengan sangat nikmat, bak pisang goreng tau mendoan di sore hari, hujan, bersama kopi. Mengapa? Karena posisi Ratna yang sering berseberangan dengan pemerintah. Padahal posisi kebersamaan mereka sedang mencari titik masuk  untuk bisa mereduksi ketenaran incumbent. Dengan langkah cepat berita ini langsung diberi saus, lombok rawit, dan lahapan yang laris manis, abai akan beberapa fakta di baliknya.

Tentu masih ingat soal berita tudingan pemerintah melakukan blokade atas dana sekian T bagi Papua dari World Bank. Posisi lemah Ratna Sarumpaet, melengkapi kondisinya yang beberapa kali salah memberikan data, soal PT DI, mengenai uang pecahan Rp.200.000, dan  yang ini membawanya ke kantor polisi dan nampaknya akan berkepanjangan.

Biasanya, mekanisme yang terjadi adalah membuat ciutan di media sosial kemudian menyatakan bahwa itu hanya kesalahan pemahaman, dan memohon maaf, karena bla bla bla... Sangat bisa dipahami ketika kini polisi bekerja dengan relatif cepat. Tidak heran ada petinggi dewan dan parpol yang menuding ini "ada apa-apanya" saking cepatnya.

Kinerja polisi yang cepat, patut dimengerti, layak mendapatkan justru apresiasi, karena adanya "pergerakan" lain yang bisa melebar ke mana-mana. Kepergian ke luar negeri, yang akhirnya membuatnya tertangkap itu tentu sangat menyulitkan pihak kepolisian. Tentu masih ingat betapa mahalnya penangkapan Nazarudin. Yang terbang ke mana-mana. Atau istri waka Polri waktu itu. Polisi juga masih ingat tentunya kepergian Rizieq Shihab.

Lha untung polisi gerak cepat dan menyatakan sebagai tersangka, penangkapan, dan penahanan juga. Entah kehebohan apalagi jika tidak dilakukan penegakan hukum demikian.

Jadi ingat kisah Zaskia Gotik yang pernah berkasus dengan pelecehan Pancasila, sebenarnya sih becanda yang tidak pada tempatnya. Eh malah oleh PKB dijadikan duta Pancasila. Lha memang tidak ada apa, artis, tokoh, atau pesohor lain yang tidak memiliki catatan buruk, minimal ya tidak pernah becanda berlebihan soal Pancasila untuk menjadi duta Pancasila.

Atau Dewi Persik yang berseteru dengan petugas jalan khusus bus Transjakarta, malah dijadikan duta transportasi, tertib busway, atau tertib berlalu lintas. Entah apa yang ada di dalam benak para penggagas ide ini. Pelanggar kemudian malah mendapatkan "penghormatan" yang bisa memberikan kesan, bahwa melanggar nanti kan bisa jadi duta ini dan itu, tidak masalah jika demikian.

Ada beberapa kisah lagi yang berkaitan dengan demikian itu, berangkat dari hal-hal yang buruk malah berujung pada "penghargaan" yang sebetulnya tidak layak dan tidak pada tempatnya.

Apalagi jika polisi tidak bergerak cepat, gorengan ini akan makin asyik dan menyenangkan pihak-pihak tertentu. Label polisi lambat dan perlu copot ini dan itu akan mengemuka, dan bisa menjadi bola salju yang menggelinding liar dan ujungnya jelas istana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline