Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Trik dan Intrik serta "Nylampar" Politik ala SBY

Diperbarui: 28 September 2018   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Melihat perilaku SBY dalam memerintah dan berpolitik, cukup menarik untuk diulas, terutama dalam merebut panggung yang akan hilang. Perilaku nylampar, orang melaju ke depan, ia ke samping, sehingga memotong arus. Itu namanya nylampar. Ketika orang berbicara angin, ia mengatakan tumbuhan, kadang menghibur, suatu saat ya bosan juga.

Usai kesalahannya memutuskan AHY pensiun dini dan maju dalam pilkada DKI, dan parah kekalahannya, ia berupaya untuk terus membawa ke posisi lebih tinggi lagi, dan tersisih lagi. Perilakunya sengaja nylampar itu untuk mendapatkan panggung, perhatian, dan orang kembali menengok kepadanya.

Contoh-contoh itu jelas terpampang dengan jelas bagaimana Pak Beye menjawab, merespons, dan menyikapi kondisi politik terbaru. Selalu dikaitkan dengan capaiannya sendiri, padahal semua juga tahu kog, jauh lebih buruk ia, namun seolah paling sukses dan hebat. Padahal tidak harus demikian.

Prestasi itu akan diingat, akan dicatat oleh sejarah, tidak akan bisa diambil alih, diakali, atau disembunyikan. Ingat bagaimana masifnya pembungkaman soal pemikiran, buku, dan pembicaraan Sukarno, toh tetap harum. Apalagi kini dengan kebebasan berbicara, berkumpul, dan masih dilengkapi rekaman yang susah dihilangkan, Pak Beye tidak perlu galau, takut, dan cemas sebenarnya.

Semua orang itu pasti menjadi dewasa, tua, dan lebih besar dari hari ke hari, nah apa yang membuat gede, dewasa, dan tua itu yang membedakan. Apakah hanya sekadar nasi atau makan saja, atu juga dengan pengalaman. Maka ada yang badannya sih gede, usai tua, namun perilaku masih kanak-kanak, ngambekan, tantrum, dan merasa dunia berlaku tidak adil. Apa iya masalah ada di luar?

Beberapa waktu lalu, peserta pemilu baik pileg dan pilpres mengadakan deklarasi damai. Seluruh peserta pemilu, untuk pileg, diwakili pengurus teras parpol, dan didahului oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden. Demokrat sebagai peserta undian pileg no 14 ditempatkan nomer tiga dalam arak-arakan, dengan pertimbangan toh pernah menjadi presiden, Mega juga tidak protes. Tiba-tiba marah dan mengatakan tidak adil dan meninggalkan  kegiatan. Apa iya hanya Demokrat saja yang merasa mendapatkan ketidakadilan?

Ketidakadilan. Orang tidak akan pernah mampu menyenangkan semua pihak. Ketika ada yang tidak suka dinilai berperilaku tidak adil, yang perlu ditelaah adalah diri sendiri dulu. Dunia harus mengerti dirinya, tidak bisa, dunia harus dimengerti untuk bisa menyelami dan hidup tenang di arus dunia.

Ada hal-hal yang diluar kendali, tidak akan mampu mengendalikan semua hal di sana. Ketika yang keluar adalah ketidakadilan, jelas itu sifat kanak-kanak yang terbungkus  badan gede, (baca tua).

Ngambek, lagi dan lagi ini, sifat anak kecil, mengatasi perasaan tidak nyamannya orang dewasa itu bisa mengokomunikasikannya, bukan berperilaku ngambeg, karena mengapa? Anak-anak masih terbatas bahasa komunikasinya. Beda dengan orang dewasa.

Apa yang mau dicapai dengan sikap demikian?

Perhatian dan tolehan dari yang dimintai perhatian itu. Ini adalah anak menangis keras, meraung-raung karena ibunya asyik nonton sinetron dan si bapak asyik nonton live streaming bola. Anak sendirian dan menangis keras tanpa alasan pasti. Satu alasannya mencari atau meminta perhatian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline