Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Bandit Demokrasi, Reformasi, dan Politikus Haus Kuasa

Diperbarui: 8 September 2018   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu 2019 menjelang, pileg sepi sunyi, gaung dan hingar-bingar seolah terpusat pada pilihan presiden dengan segala dramanya. Di tengah keadaan demikian, terdengar suara yang cukup mmenyentak dari daerah, di mana DPR-D Kota Malang bersama-sama menjadi tersangka dan hanya kurang dari 10% yang masih baik-baik saja. Menyesakan dada bukan, ketika usai 20 tahun reformasi malah keadaan tidak menjadi lebih baik.

Orde lampau, di mana kekuasaan sentralistik, bahkan terpusat pada sosok Soeharto dengan orang-orang yang ia kendalikan dengan sangat ketat. Siapa yang akan menjadi apapun harus sepersetujuan Soeharto, anggota dewan dari pusat hingga daerah, adalah orangny. Apalagi eksekutif dan  menteri. Mereka akan terjamin hidupnya sepanjang mereka setia, sendika dhawuh, dan tidak melakukan "perlawanan" termasuk di dalamnya kritik.

Stabilitas nasional menjadi jargon yang dipahami secara ketat, yang melanggar dan potensial mengganggu stabiilitas dicap subversif dan gebug sebagai andalan. Hal ini yang dijual oleh politikus miskin prestasi, enak zamanku to.... Pembangunan  memang bisa berjalan sepanjang dengan apa yang menjadi kepentingan si orang kuat. Pujian demi pujian menghiasi hari---hari itu. Macan Asia menjadi kebanggaan.

Namun di balik itu semua, hanyalah fatamorgana, semu, dan seolah-olah saja. Kekerasan menjadi kendali atas nama stabilitas sebagai sarana membangun. Pembangunan bisa berjalan relatif baik, lancar, dan maju, namun ya sebatas bahwa kepentingan si orang kuat tidak terganggu. Rakyat tenang karena terlena bahwa ada pembangunan. Subsidi diberikan sebagai bentuk kamuflase bahwa rakyat diperhatikan, padahal sebentuk perilaku palsu agar si kuat dapat mengambil keuntungan dari itu semua.

Mancur Olsen sebagaimana dikutip I Wibowo dalam Negara dan Bandit Berdemokrasi menyatakan bahwa model demikian adalah bandit menetap. Ia melakukan penellitian di Rusia dan oleh I Wibowo diadaptasi bagi perihidup di Indonesia, dan ternyata identik.

Si kuat alias si bandit tidak menghabiskan dengan seenaknya sendiri atas kekayaan bangsa ini, masih ada batasan dan cukup, karena masih memerlukan keadaan yang memberikan kepadanya upeti, dengan berbagai bentuknya tentu. Bandit dalam kisah kuno, mirip juga dengan model raja yang melakukan penaklukan, akan menerima upeti yang banyak dan terbaik mau rakyat sengsara mana peduli.

Reformasi mengubah keadaaan. Bandit bukan lagi menetap, namun menjadi bandit berkeliaran. Mereka ini memorakporandakan daerah, menjarah, membakar dan bumi hanguskan apapun, termasuk manusianya dijadikan jarahan. Habis tanpa sisa model bandit ini. Memalak, memeras, menggelembungkan anggaran bukan menjadi hal tabu lagi. Ini memang gaya dan tabiat bandit berkeliaran. Jangan kaget, orang yang telah menjadi terpidana bisa beralih tempat, lahan, atau bidang, dan seolah-olah pahlawan nan suci.

Contoh konkret jelas DPR-D Kota Malang ini, gaji mereka kisaran Rp. 300 juta lebih tanpa tunjangan dan menjadi panitia, atau badan ini dan itu, Artinya sehari bisa sejuta minimal, bandingkan dengan pendapatan rakyat miskin yang ditetapan, Rp. 400.000,00 per bulan, sehari anggota dewan maling ini, dua setengah kali lebih banyak dari rakyat miskin, yang harusnya mereka entaskan.

Mereka tahu bahwa kekuasaan yang mereka emban sangat-sangat terbatas. Belum lagi ekonomi biaya tinggi politik di Indonesia. Minim pretasi mereka tentu akan menggunakan kekuatan uang untuk membeli pemilih, partai politik, dan juga jenjang kaderisasi. Sama saja mau legeslatif atau eksekutif, dan mereka ini sangat paham kalau tidak akan lama "menikmati" masa emas untuk mengembalikan modal ini.

Kerusakan sistem ini memang sudah akut, bagaimana mau dibenahi jika kehendak baik tidak ada di dalm jiwa para elit dan pemimpin negeri ini? jiwa bandit yang lebih mengemuka dan tidak main-main, karena di bawah kekangan bandit menetap, kemudian menjadi eforia karena bisa menjadi bandit-bandit kecil yang bisa berkeliaran dengan merajalela di mana-mana.

Apakahmau para bandit yang sedang pesta pora, mabuk kemenangan dan keleluasaan ini dibungkam oleh pemimpin baik? Jelas tidak. Mereka melawan, meradang, dan membuat ulah sepanjang tidak merugikan pihak mereka. Mereka masih mau leluasa dan jangan sampai mainan dan permainan mereka diganggu-gugat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline