Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Prestasi Asian Games, Pencitraan dan Konsekuensi Logis atas Kinerja

Diperbarui: 1 September 2018   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik, ketika AG ada pada puncak perolehan, banyak orang gemas, geram, dan seolah iri ketika pemerintah mendapat banya kredit point. Sebenarnya hal yang lumrah dengan capaian itu, jika bukan karena kepentingan politis. 

Pembukaan yang begitu spektakuler, sebenarnya bukan hanya kebanggaan Jokowi semata, jika itu kacamata berbangsa. Eh malah diperparah dengan perolehan yang demikian tinggi, hampir dua kali lipat dari target. Usai ada "drama" ketemunya" dua kandidat presiden, mantan menpora mengatakan banyak hal secara negatif tentunya. Pokok ulasan bukan soal isi pernyataan itu, namun bagaimana melihat proses dan sistem bernegara.

Bernegara, juga termasuk dalam pesta olah raga itu bukan proyek instan, sekali jadi, dan sesaat hasil moncer diperoleh. Apa yang secara negatif disampaikan, salah satunya adalah Roy Suryo, dia abai bahwa ia juga berperan dalam kesuksesan ini. Proses panjang, atau ia mengakui bahwa ia tidak berbuat apa-apa dan hanya dalam empat tahun kurang ini, di bawah Imam Nahrawi dan Jokowi bisa seperti ini? 

Jika demikian jempol bagi Roy yang mengakui kalau dia tidak memberikan kontribusi di dalam kementrian yang ia pegang dulu. Peribahasa benar adanya, main air tepercik muka sendiri. Maunya meremehkan pihak lain, eh malah mengaku dengan jujur apa yang ia mampu lakukan.

Pencitraan itu, jika Jokowi ngotot untuk bisa menjadi tuan rumah, lha silakan dicari di media, era siapa keputusan Jakarta-Palembang, Indonesia menjadi tuan rumah. Data berlimpah, dan kelihatan fokus politikus hanya kursi dan kekuasaan, tidak paham apa artinya sistem yang berjalan. 

Birokrasi itu bukan hanya nama Jokowi, atau SBY saja, namun dengan jabatan presiden, ada kesinambungan, SBY memulai dan kalau Jokowi panen, lha itu kan konsekuensi logis atas kerja keras selama ini, pun bukan hanya kerja Jokowi tentunya. 

Sistem itu bukan sekadar nama, namun adanya ketersalingan dan kesinambungan, maka bukan mantan presiden, agar tahu bahwa negara itu berjalan terus. Sayang bukan jika paradigmanya itu ganti presiden yang lama seolah dilupakan dan merasa tidak bertanggung jawab juga atas apa yang terjadi.

Bisa dibayangkan, karena hingar bingar termasuk pembukaan yang mengarah kepada tuduhan ketidakjujuran segala, capaian emas yang melesat, dengan bumbu ungkapan soal hanya karena tuan rumah. Salah besar. Ini gawe negara, bukan hasil semata Jokowi atau Imam Nahrawi, atau Eric Tohir, kerja bangsa dan negara dengan punggawa utama mereka.

Prestasi ini karena adanya keberanian dan percaya diri atas kemampuan dan kualitas bangsa. Entah penyakit dari mana sekian lama terpuruk, bahkan hanya level Sea Games-pun lemes. Menyaksikan atletik dengan hasil yang lumayan baik. 

Tidak akan bisa omong ini karena tuan rumah. Toh di atas semua Negara ASEAN, artinya Sea Games bisa lebih baik lagi.  Selalu didengungkan kredo kalau besar atas fisik dari Asia bagian Timur Tengah, toh mampu juga. Pointnya ada di sini, berani dan bernyali sehingga percaya diri.

Pembangunan infrastruktur, tempat latihan, stadion, wisma atlet, perlu juga dibarengi dengan semangat untuk memotivasi untuk jangan takut sebelum maju berkompetisi. Dan hasil positif ada. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline