Menarik mendekati pemilu 2019, baik pileg ataupun pilpres, banyak istilah dan jargon-jargon yang lucu dan memikat, dari jenderal kardus hingga jenderal baper, dari santri post-Islamisme hingga capres milenial, wah pokoknya ramai. Satu membuat istilah sisi sebelahnya membalas dengan lebih lagi, bahkan kadang yang sejalan pun saling memberikan julukan.
Sebenarnya miris juga, ternyata masih sebatas ini toh, jangan berharap untuk perlu mengerutkan kening mencermati visi, misi, dan program kerja untuk pemerintahan lima tahun ke depan. Masih sebatas wacana fisikal capres cawapres semata.
Hal yang ternyata juga melanda politik, usai aktifitas artis yang lebih agamis, misalnya berpakaian agama, atau menumbuhkan rambut bagian tertentu bagi pria dengan sebutan "hijrah" menjadi sebuah trend, apakah itu mengubah hidup mereka, atau hanya "bungkus" bukan menjadi pertimbangan. Paling-paling kalau berubah kembali ke kehidupan yang lama, akan beruntun hujatan.
Terminologi "The New Prabowo" ternyata ada dua, satu oleh elit PD, yang mengklaim itu mereka yang meminta ke Prabowo langsung. Beberapa ciri disebutkan oleh "peminta" ini, agar Prabowo tampil ke publik agar ada perubahan persepsi seperti gambaran pemarah, sangar, temperamental, itu tidak lagi menjadi keyakinan masyarakat.
Bisa saja kala mudanya demikian, seturut politikus Demokrat itu. Sekarang agar tampil sebagai figur yang ramah, humanis, banyak senyum, sehingga menimpulkan empati. Sangat wajar ketika fokus itu pada menarik simpati dan pemilih.
Dua, dari sang wakil, Sandiago Uno, menyatakan "New Prabowo" itu sejalan dengan ide Didit sang putera Prabowo, namun menyangkut pakaian, di mana Didit menghendaki sang ayah untuk lentur dalam berpakaian, tidak hanya menggunakan baju berkantung empat saja. Nah oleh Sandi dilanjutkan untuk menunjukkan Prabowo sebagai pribadi yang luwes, penuh humor, guna mengubah pendapat yang menilai Prabowo sebagai pribadi temperamental dan militeristik.
Menarik dari kedua pendapat "NP" ini adalah adanya kesamaan untuk mengubah persepsi soal penilaian Prabowo. Pantas selama ini kelompok ini fokusnya ke pribadi terus, padahal pemerintahan itu berbicara sistem bukan semata-mata profil pribadi. Susah meyakinkan publik jika rekam jejak mereka hanya berkutat pada tampilan pimpinannya saja.
Apa iya, mengubah persepsi itu semudah mengubah baju dari kantong empat menjadi modis? Iya soal pakaian, apalagi Didit seorang desainer, sangat mudah dan sederhana, namun apakah itu juga mengubah perilaku dan kebiasaan atau tabiat seseorang? Sangat lucu dan miris sebenarnya. hanya berkutat pada tampilan luar.
Dua "NP" itu sama-sama menyebut temperamental, dengan argumen yang paling tidak mirip-mirip, dengan rasionalisasi masa lalu dan masa muda. Hal ini pun sebenarnya hal yang tidak penting, mengapa harus mengubah tabiat seseorang jika memang itu pembawaan diri.
Lihat banyak hal yang diperlukan kog sikap demikian. ingat temperamental jika diolah bisa berguna untuk bangsa yang seenaknya sendiri. Jadi ini adalah masalah kepribadian bukan konsumsi publik sejatinya.
Apa iya, humoris itu hanya kadang-kadang atau orang tertentu. Kadar tertentu bukan level Sule atau Nunung tentunya. Namun jika hanya satu atau dua orang yang berbicara dan memberi pernyataan demikian, dibandingkan banyak pihak yang mengatakan sebaliknya. Apa bisa orang yang dikenal serius tiba-tiba mengocok perut tam-tamu di depannya? Susah lah mengharapkan demikian saja. Garis mulut dan dahi saja susah diubah ini perilaku.