Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Demokrat Mencari "Playmaker" Jempolan

Diperbarui: 19 Agustus 2018   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrat usai kena kasus demi kasus korupsi di era lalu, pergantian pimpinan yang ternyata tidak membawa perubahan signifikan, puncaknya jelas pada kegagalan mengusung AHY dalam kontestasi 201. 

Pilkada DKI masih bisa mendapatkan pembenar hanya mengenalkan rising star, dan ternyata jauh dari ekspektasi sejak dini, ketika gagal menjadi bagian  utama koalisi. 

Tertatihnya Demokrat ini sebenarnya sangat parah ketika mendepat Rohut Sitompul, yang bisa berperan sebagai play maker. Menyerang dan bertahan dengan sama baiknya, kapan memancing "keributan", kapan mengendalikan keadaan dengan ciamik.

Apa yang dialami Demokrat ini sejatinya mirip dengan MU. Paul Scholes yang pensiun karena usai, belum memberikan jaminan lapangan tengah yang mendekati. Pelatih tahunan pun pensiun dari sana. Keadaan yang tidak mudah. Play maker yang bisa menghentikan bola atau orang yang menyerang, atau mengalirkan bola untuk menyerang. 

Demokrat ini perlu levelnya Xavi,  Iniesta, minimal Gatuso saja, bukan bagusnya, namun bola lewat orang  tebas, atau orang lewat bola tidak boleh ikut. Kali ini tidak perlu Pirlo, namun apa daya malah sekelas Hariono, yang kalau bola lewat orang terkapar karena tebasan yang telat atau malah bola dan orang lewat dianya yang jatuh.

Percobaan pertama nampaknya mau diambil alih Roy Suryo, namun apa daya, permainan yang tidak cukup lihai, cadangan yang tiba-tiba menjadi pemain utama, wajar kalau salah posisi dan salah menekel yang akhirnya malah kena kartu merah oleh pelatih, sekaligus kapten bermain, dan manajer sekaligus, SBY. Susah mengandalkan Roy yang dalam kapasitas keilmuannya saja sering salang surup itu. Akhirnya menepii dengan sendirinya, ketika usai "hukuman" itu.

Menjelang pendaftaran untuk pilpres, Andi Arief yang getol menjadi pemandu sorak, sekaligus nampaknya manajer bayangan, dan playmaker yang ditugasi menjadi gawang agar tidak kerepotan. Susahnya peran SBY sebagai penjaga gawang, manajer, pelatih, dan kapten ini sangat tidak efisien. 

Playmakernya bingung karena rekan setimnya, biasanya hanya pemain cadangan yang hanya mengikuti instruksi saja. Mereka pupuk bawang, asal ada 11 pemain. Pemain belakang saja tidak tahu bagaimana membuang bola, akhinya kiper yang harus jatuh bangun. Pun penyerang tidak bisa apa-apa ketika playmaker memberikan umpan.

Tidak heran ketika jenderal kardus dan tuduhan mahar 500 M Roy Suryo dan pejabat lain mengatakan itu pendapat pribadi bukan partai. Salah umpan yang terjadi. sebenarnya umpan tidak salah, hanya para pemain sedang bermuram durja jadi susah konsentrasi dan malah buang badan. Pemain eh pengurus lain tidak mendukung, namun toh tidak ada tanda-tanda si pelatih menganggap itu sebagai bahaya atas permainan. Ia terus bermain.

Keluarlah tendangan salto mengenai Sandi pernah datang kepadanya untuk mengusung Ahy bersama Sandi dengan menekel Prabowo. Lha apa lagi ini dianggap ilusi semata, pembelaan diri atas salah umpan, dan sejenisnya. Assist bagus yang tidak akan pernah diterima oleh penyerang rekannya, ataupun pemain bertahan, dibiarkan saja laju dan lewat depan gawang. Hilang dari peredaran dan tidak menjadi pembahasan berkepanjangan.

Upayanya kembali dengan mengatakan jika soal mahar itu perintah partai, dalam hal ini  kiper, pelatih, dan kapten tim sekaligus itu tahu dan memberikan restu. Ini juga tidak ada sambutan yang berarti dari mana-mana. Pemain rekannya hanya bengong sedang sisi lawan mana duli dengan pembelaan yang tidak ada arti seperti itu.  Ketika pelaporan pada wasit dan terancam kartu kuning dan bisa pula kartu merah, apa daya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline