Asyik ini pasti akan ramai, kalau hanya mengotori kolom komentar lebih baik tidak usah datang, buat saja artikel tambahan. Lebih keren, berkelas, dan cerdas bukan? Statistik bertambah, bukan caci maki bermedia itu, tapi belajar bersama.
Usai Jokowi memutuskan wakilnya adalah KH Ma'ruf Amin banyak yang mengatakan Jokowi blunder, Jokowi kena jebakan badman, Jokowi memainkan isu SARA, dan sebagainya. Wajar namanya juga jualan, mau jualan program tidak punya, ya akhirnya ribut soal pilihan.
Melihat jauh ke belakang, ketika pemilihan kapolri, BG yang katanya orang kuatnya Mega dan sisi lain sedang kena kasus di KPK, orang yang mendukung Jokowi pun sangat optimis kalau Jokowi akan terjungkal, apalagi para penunggu kejatuhannya, sangat percaya dan akan dengan yakin dan percaya bahwa kiamat akan kursi presiden bagi Jokowi sudah makin dekat.
Tinggal menghitung saatnya. Dengan perhitungan cermat dan tidak terduga, toh bisa selesai dengan baik, bahkan pemilihan BH dan kemudian Tito K terjadi dengan sangat baik dan mulus, riak di belakang yang sangat kencang itu tidak terjadi.
Demo besar-besaran soal Ahok di penghujung 2016, lagi-lagi, sudah banyak yang persiapan syukuran mungkin, karena akan ada presiden baru.
Gelombang massa yang seolah akan sukses seperti 98 itu sudah makin dekat dengan kejatuhan presiden. Elit politik pun sudah banyak yang ancang-ancang balik badan, dan tiba-tiba bisa diselesaikan dengan cukup elegan, tanpa adanya perpindahan kekuasaan yang bisa menjadi preseden buruk ke depannya.
Itu dua kisah sangat fenomenal dan besar. Dalam keseharian sepanjang hampir empat tahun, bukan hanya dua hal itu. Memang yang sampai hampir membuat suksesi ya jelas dua kejadian tersebut.
Pilihan sulit itu memang konsekuensi atas kepemimpinan. Presiden pernah mengatakan, banyaknya serangan, hujatan, bahkan cenderung fitnah, tidak bisa dibalas dengan cara yang sama, karena pemerintah. Kedudukan yang sangat tidak elok jika berperilaku yang sama seolah LSM dan parpol gagal yang susah menerima kenyataan.
Pilihan Profesor Ma'ruf Amien yang seolah memainkan isu SARA sebagaimana tudingan pihak lain itu jelas sudah dihitung dengan matang oleh Jokowi, tidak demikian oleh Imin dan Romi saya kira. Pasti akan demikian, mengapa? Karena pihak "oposisi" jelas sudah susah untuk memainkan isu antiulama, antiagama tertentu, akhirnya justru mengaitkan yang tidak jauh berbeda dengan nama dan istilah yang tentunya tidak akan sama persis. Apa tim Jokowi tidak tahu itu? Jelas sangat tahu dan pasti ada antisipasi baiknya.
Salah satu kandidat terkuat wapres yang tereliminasi Mahfud mengatakan ketika ditanya siap menjadi wapres? Ia menyatakan siap, dan mengapa tidak deklarasi dan sebagainya, tidak perlu baliho, banner, relawan ini itu, karena Pak Jokowi sudah tahu apapun kondisi nama-nama yang ada. Dengan segala catatannya, segala jaringan dan link yang memungkinkan untuk bisa memberikan efek positif dalam pemilihan. Ini tentu bukan berdasar survey bayaran atau pasaran itu. Survey tentu dijadikan pijakan, ada yang jauh lebih valid, dan itu bukan sembaranan yang bekerja. Apakah intelijen tidak terkait? Sangat mungkin terjadi.
Mengapa keyakinan Mahfud bisa begitu? Fakta-fakta yang menyatakan. Fakta dan data memberikan bukti. Siapa yang membuat baliho dan banner besar-besar, dari Imin, Romi, AHY, Gatot, Zul, dan gerakan ini itu milik MAS yang demikian masif dengan #2019gantipresiden, atau relawan Join, relawan Gatot dan sebagainya, toh malah tidak masuk menjadi salah satu kandidat yang diusung oleh kedua bacapres.