Album Pak Beye Ku Yakin Sampai di Sana, nampaknya layak didengungkan lagi oleh para kader dan elit Demokrat. Akhir-akhir ini justru badai bahkan tsunami kecil yang sudah mengoyak kebanggan Pak Beye ini. Badai demi badai terus menerus menerpa partai biru ini. Belum usai limbung karena ketua umumnya masuk bui mengikuti bendum dan sekjed, bergantilah nahkoda oleh sang penggagas. Hukuman telak dengan terlemparnya mersi dari tiga besar. Padahal partai penguasa.
Keadaan yang belum membaik, diperparah dengan pilkada DKI. Dan semua paham bagaimana ujungnya, dan apa yang terjadi. Pemecatan kader pemuja dan loyalis yang jelas sangat merugikan. Rentetan itu terus berjalan dan bukan membaik nuansanya. Belum lagi gelombang korupsi yang selalu nyaring memperdengarkan suara ke arah yang semakin suram.
Pilkada serentak 2018, mengantar Bu Khofifah Indarparawansa sebagai gubernur Jawa Timur. Sangat menyenangkan Pak Beye, di mana kepungan banyak parpol bukan masalah dan gubernur Jatim ternyata berasal dari inisiasinya. Sangat wajar menerbitkan asa, di mana beliau berasal dari sana, sang putera merupakan kader dan dewan yang mendapatkan suara tertinggi di Indonesia juga dari sana. Namun itu tidak lagi, ketika mantan mensos ini menyatakan dukungan pada presiden untuk dua periode dengan berbagai pertimbangan. Keadaan makin sulit, perkembangan komunikasi pun belum memberikan titik terang.
Posisi gubernur perempuan Jatim terpilih ini aman dari isu liar karena bukan kader Demokrat, dan di sana ada juga Golkar, tidak menjadi alun yang lebih keras, selain hanya mungkin pribadi Pak Beye yang tentunya sangat kecewa. Harapan pupus sebelum berkembang.
Khabar yang cukup mengagetkan belum lagi bisa dipahami dan diterima dengan baik, lebih besar lagi gelombang itu bahkan masuk jajaran pengurus sendiri. TGB menyatakan dukungan secara terbuka bagi perjalanan pemerintahan untuk dua periode. Pernyataan pribadi dengan dasar argumen sebagai gubernur, sebagai pemerintahan daerah yang mendapatkan perhatian, pembangunan, dan hasil yang cukup menggembirakan, tentu wajar saja menyatakan itu.
Posisi sebagai kader bahkan pengurus membuat riak berkembang menjadi alun dan mendekati badai dan tsunami ketika banyak berseliweran ide untuk memberikan sanksi bagi TGB. Sangat wajar ketika banyak loyalis tidak kritis susah mendengar suara berbeda yang sejatinya biasa dalam alam demokrasi. Tarik ulur hingga Pak Beye, gerah dan fokus soal AHY membuat sedikit terabaikan.
Kembali ombak membadai datang dengan banyaknya kader yang menerima perpindahan kader terbaik ke partai lain. isu trasfer atau pun pindah dengan sukarela tetap membuat keadaan limbung makin menguat. Salah satu yang membuat mereka kaget adalah Vena Melinda, suara cukup signifikan 49 ribuan, belum lagi berasal juga dari Jawa Timur dapilnya. Lumbung panenan itu juga akan kering dengan keberadaan ketenaran si kader.
Senyampang, dapil lumbung di mana Ibas menang, PDI-P menempatkan kcalon yang tidak kalah tenar dan besarnya, Johan Budi. Orang baru, yang dikenal dari reputasinya sebagai jubir KPK, dan akhirnya masuk istana. Orang yang belum terkontaminasi parahnya politik, tentu bisa menjadi pesaing sepadan di dalam mengeruk suara. Hal yang sangat tidak ringan posisi Ibas sendiri yang dua periode sama sekali tidak kelihatan aksinya, suaranya juga tidak pernah terdengar. Orang ragu benar bisa kerja atau tidak anggota satu ini.
Ini cukup menjadi tsunami, ketika Pak Dhe Karwo menyitir rivalnya di dua periode pemilihan hingga adu pinalti untuk menyarankan DPP Demokrat lebih realistis mendukung presiden untuk periode kedua. Memang pernyataanya jauh lebih lunak, daripada TGB. Latar belakang sebagai orang Jawa, usia juga, tentu berbeda dengan TBG yang masih muda dan penuh vitalitas. Sitiran pernyataan cagub terpilih sebenarnya bukan yang utama.
Tentu Pak Dhe Karwo ewuh, jika seterbuka TBG menyatakan dukungan untuk pemerintahan dua periode. Padahal latar belakang sama dan identik dengan TGB, gubernur dua periode, tahu seperti apa pemerintahan pusat berjalan dan memberikan perhatian kepada daerah. Tentu hal ini juga soal politis, usia, dan pilihan diksi itu sudah lebih terukur.
Susah berharap akan ada gelombang ide dan usulan untuk memberikan sanksi bagi Pak Dhe Karwo oleh elit lain di Demokrat. Mereka sungkan, kalah peran, dan juga signifikansi suara bagi pileg menjelang.