Menarik kiriman rekan, entah grup mana karena tidak sempat melihat ada di galeri mengenai rekapitulasi dari hitung cepat, kalau kader parpol dan nonparpol yang memenangi pilkada serempak, khususnya gubernur. Dua teratas adalah PDI-P dan nonparpol, Golkar mengekor, jadi tiga besarnya Golkar, karena parpol, peringkat duanya partai beringin ini. Dua terbawah, cukup menyengangkan karena Hanura dan Gerindra.
Dua teratas.
Sangat wajar, tidak mengagetkan, dan patut memenangi kontestasi ini karena memang mereka adalah partai lama, struktur organisasi hingga desa, dan mesin partai yang lumayan solid ketika berbicara pilihan ini dan itu. Soliditas pemilih juga cukup meyakinkan. Pun kaderisasi cukup mumpuni dibandingkan dengan partai-partai besar lainnya.
Mereka juga bukan sekadar berpikir menang siapapun calonnya, namun berpikirbahwa kader juga patut mendapat apresiasi untuk bisa memenangi jabatan sebagai buah prestasi dan kerja mereka. Pilihan untuk mengusung kader dan bukan semata mendukung figur menjanjikan semata.
Menarik lagi justru ada pada posisi di bawah PDI-P nonparpol, nonpartisan, yang bisa merangsek naik pada posisi yang cukup memberikan peringatan untuk parpol bahwa mereka bisa saja "tidak terpakai" jika seperti ini terus kinerjanya. Mengalahkan Golkar ini sangat luar biasa. Keberadaan mereka tentu perlu menjadi perhatian dari para elit parpol untuk bersikap dengan bijak agar parpol tidak mati.
Dua Terbawah
Cukup mengagetkan ketika kader Gerindra malah tidak ada dalam nama-nama yang memenangi gelaran pilkada kali ini, bersama dengan Hanura. Kalah oleh partai yang tidak mendapatkan kursi di Senayan dalam partai PKPI atau malah pendatang baru dalam Perindo.
Gerindra, memiliki kecenderungan pokok menang, jadi abai soal kader atau bukan. Mengusung dan mendukung figur kuat dan nampaknya soal mahar politik sebagaimana panas di awal pencalonan dulu, ada titik terang bukti. Mengapa? Dukungan pada siapa yang membayar mau kader atau bukan. Asumsi yang bisa saja benar menilik pernah ada pengakuan yang tidak pernah ada penyelesaian, baik bantahan atau pengakuan juga menguap begitu saja.
Hanura, pun cukup santer isu mahar itu. Ada juga dualisme kepemimpinan yang sempat membuat panas partai besutan Wiranto ini. Mengapa menarik banyak perbincangan yang mengatakan wah Hanura cerdik mendukung, banyak dukungannnya yang jadi. Ingat dukungan, bukan pengusung, memang soal suara mereka relatif kecil, namun mengusung kader lain menjadi cukup wajar. Toh Nasdem yang sama relatif kecil pun mampu membawa hasil yang cukup kuat.
Partai Menengah
Demokrat jawara masa lalu ini nampaknya juga payah, terseok-seok hanya mengasilkan satu wakil gubernur. Kalah oleh nonparpol bahkan oleh PKPI yang berhasil dengan satu calo gubernur. Apalagi dengan partai kecil seperti Nasdem. Hal yang memperlihatkan bagaimana kaderisasi dan mesin partai termasuk Demokrat ini tidak cukup berhasil.