Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Presiden di Antara Jabatan dan Pengabdian

Diperbarui: 11 Juni 2018   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden di antara jabatan dan pengabdian, emang beda? Jelas berbeda, sangat signifikan. Jika jabatan ya dilakukan selama periodenya selesai, sebatas yuridis formal, sedang pengabdian memiliki sisi spiritualitas dan pemberian diri. Tidak ada yang salah di antara keduanya, namun memiliki kualitas yang berbeda. Tingkat pemahaman dan kedewasaan juga turut menentukan.

Hampir dapat dipastikan ketika pidato politik  pertama kali, akan bersemangat mengatakan, jabatan adalah amanat, yang perlu bla...bla...bla.... Nah kualitas dan amanat itu apakah terjadi atau tidak itu hanya bisa diukur dalam masa kerja atau masa jabatan, apakah bisa bekerja, atau hanya menjalankan SOP dan banyak berkelit daripada menghasilkan prestasi.

Sebenarnya bukan hanya presiden, semua pekerjaan, profesi, dan pekerjaan apapun itu. Namun melihat fenomena pencapresan yang gegap gempita, namun hasil yang hendak dicapai nampaknya belum begitu nyata. Apa yang dilakukan para pendukung yang kalah, ataupun kontestan yang kalah, jauh dari layak disebut pengabdian diri, lebih nampak kualitas untuk sekadar mencari kursi kekuasaan.

Pribadi yang mengejar jabatan atau sebentuk pengabdian akan jelas ketika menghadapi risiko. Bagi pribadi yang mengabdi, risiko apapun akan dijalani sepanjang tidak melanggar hukum dan demi kepentingan jauh lebih banyak bukan semata kepentingan diri dan kelompoknya saja. Bagaimana berani menghadapi tantangan kalau takut kehilangan kursi itu lebih kuat. Risiko apapun akan dihadapi bukan mengeluh atau menyerah namun akan mencari jalan keluar yang terbaik.

Fokus pada apa di dalam kekuasaan itu. Fokus pada kursinya, untuk tetap bertahan, atau demi pembangunan baik manusia ataupun fisik negara. Pribadi yang mengejar jabatan atau cita-cita saja, akan fokus pada yang penting kursiku aman. Berbeda pengabdi akan memberikan dirinya bagi nusa dan bangsa. Soal kursi mau hilang atau tidak bukan yang utama. Kursi sebagai sarana.

Dampak atau hasil yang dicapai. Cepat atau lambat akan terlihat apa capaian itu benar-benar berguna bagi hidup bersama atau hanya segelintir elit dan kelompoknya saja. Hal yang bagi pengabdi akan diupayakan semakin banyak rakyat yang bisa mendapatkan dampak baik atas  kebijakannya. Susah mengharapan petualang jabatan ingat semakin banyak orang. Mengumpulkan bagi siri sendiri dan rakyat sebagai aset bagi diri sendiri.

Keberanian mengambil keputusan, bagaimana pun pemimpin itu memimpin dna memutuskan. Bagaimana keputusan itu sedikit banyak akan mempengaruhinya. Pengejar kursi kekuasaan akan memilih hal yang populis, membuatnya tenar, dan yang penting rakyat senang. Soal benar atau salah bukan pertimbangan, toh bisa dibentuk opini itu. Berbeda bagi pribadi yang menghayati sebagai pengabdian, akan berorientasi pada hal-hal yang mendasar, paling menjadi kebutuhan, meskipun bisa membuat diri pejabat tersebut kehilangan pamor dalam pandangan sesaat dari rakyat.

Pejabat itu lebih suka jargon, wacana, opini atau kinerjafakta, dan prestasi, banyak yang paham bukan pejbat yang hanya pinter beretorika, pandai dalam berwacana, ide dan gagasan demi gagasan hadir, namun nol dalam kinerja dan hasil. Memang akan handal jika pinter omong juga pinter kerja, namun tidak semua pribadi bisa demikian. Paling tidak  bukan pejabat yang hanya omong kosong saja di dalam karyanya. Aplikasi atas keputusan dan gagasannya menjadi penting.

Nah tidak kalah penting adalah, jika kalah pengabdi tidak akan ngamuk, tidak akan mencari-cari kambing hitam bagi rivalnya yang memperoleh kepercayaan dari lebih banyak rakyat daripada dirinya. Pribadi yang hanya mengejar kursi tidak akan berpikir soal siapa yang menang harus mendapat dukungan, kalau bisa besok digantikan dengan sgala cara.

Sikap pemenang dalam hal ini pengabdian yang menjadi motivasi, akan menyiapkan program. Apa yang mau dicapai itu ada di dalam bayangan yang kemudian dicoba dengan berbagai cara bersama-sama dengan kabinet dan rekan kerjanya bagi pekerjaan lain. jangan harap pribadi pengejar keuasaan  memiliki program dan mau ke mana arah perjuangannya.

Pengejar kekuasaan itu seumpama anak kecil yang bercita-cita jadi apa. Nah ketika cita-citanya tercapai malah lupa untuk melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Mengapa demikian? karena tidak memiliki program yang jelas dari apa yang hendak dilakukan. Berbeda pengabdian itu akan memikirkan apa yang sekiranya bisa bermanfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline