Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Politikus, Ciptakanlah Panggung, Bukan Malah Memberikan Panggung

Diperbarui: 4 Juni 2018   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politikus, ciptakanlah panggung, beberapa hari ini, politikus yang masih belum demikian kuat di dalam politik praktis malah menyia-nyiakan panggung yang ada. Lebih tragis lagi, malah mengumpankan panggung itu sehingga malah dijadikan ajang berpesta pihak lain. sejatinya politikus itu bisa merebut panggung, jika tidak mampu menyiptakan sendiri.

Panggung itu diperlukan untuk memaparkan apa yang menjadi gagasan, ide, pemikiran, dan gagasan untuk membangun negeri. Mengapa perlu adanya panggung? Jelas digunakan untuk menarik perhatian khalayak agar berpaling. Lihat saja bagaimana para muda yang merasa memiliki bakat menyanyi berbondong-bondong untuk mengikuti audisi Indonesian Idol.  Mereka perlu panggung untuk  menggerek apa yang tidak mudah bagi mereka untuk raih, jika mengandalkan cara konvensional, misalnya mendatangi studio untuk menawarkan kemampuannya.

Bagaimana politikus mampu memperdengarkan gagasannya dengan masif jika tidak memiliki panggung? Media memang bisa menjadi panggung, namun bagaimana mengisi media itu dengan baik dan memberikan efek. Media tersedia, namun jika hanya dijadikan jingkrak-jingkrak, atau senam, apa yang akan dipahami oleh pemilih? Inilah masalah. Panggung ada di depan mata, malah dilepaskan.

Beberapa pihak justru mendapatkan panggung dengan begitu saja, akibat perilaku politikus yang kurang tenang, minim pengalaman, dan tergesa untuk mencerna dan kemudian mengolah bagaimana menanggapi sebuah fakta, atau sebuah isu. Ketidakmatangan itu jelas terlihat jika menjadi bahan olok-olokan dan belepotan untuk mencari pembenaran atas sikap atau tanggapannya.

Bisa disebut yang mendapatkan panggung sebagai reaksi atas perilaku politikus kanak-kanak adalah Moeldoko, Mahfud MD,  dan Ali Ngabalin. Mereka yang jauh dari kekuasaan itu mendapatkan durian runtuh masuk dalam lingkaran terdekat istana. Cara mereka masing-masing berbeda, namun mereka cerdas memanfaatkan momentum dan memang menjawab kebutuhan dan keadaan yang sangat menguntungkan mereka.

Moedoko. Jenderal, mantan Panglima TNI ini jauh dari hiruk pikuk politik. Meskipun berkiprah dalam partai politik pendukung pemerintah, toh tidak dalam elit yang masuk dalam radar pewarta sehingga tidak sering menjadi buruan media untuk menjadi narasumber. Pun sikap pribadinya tidak banyak mengeluarkan pernyataan dalam menghadapi isu atau fakta dan data mengenai hal-hal yang terjadi.

Tiba-tiba masuk dalam istana dan langsung memperoleh perhatian yang cukup banyak dan besar. Tidak heran ikut masuk dalam rilis survey meskipun belum signifikan. Padahal apa yang dilakukan coba, bandingkan dengan politikus yang selalu mengeluarkan pernyataan namun sumbang. Media sama, panggung ada, namun salah mengelola, panggung yang ada jadi rusak malah.

Ali Ngabalin. Sikap lugasnya, latar belakangnya, sangat tepat masuk dalam lingkaran istana untuk menjawab isu-isu dan menguatkan fakta. Siapa sih dia ini? Tentu banyak yang tahu kualitasnya, keberadaannya. Namun demi menyikapi perilaku politikus ugal-ugalan, perlu juga sikap yang sama. Ingat pemerintah selalu diserang, tentu tidak elok menyerang balik, namun dengan jawaban lugas dan ugal-ugalan yang sama, jika dilakukan bukan presiden atau menteri, toh akan membuat keadaan bisa teredam bukan makin memanas. Tekah beberapa kejadian bisa dilakukan dengan relatif baik.

Padahal begitu banyaknya pihak yang ingin juga kondisi itu bisa dinikmati, namun toh Ali Ngabalin yang dapat. Ini tidak bisa menjadikan alasan iri, atau pengin. Ya memang panggung datang pada Ali Ngabalin. Momentum itu penting bagi politikus, jangan tergesa-gesa pun jangan berlambat-lambat.

Mahfud MD. Salah satu nama yang cukup santer masuk dalam bursa cawapres. Usai dari pejabat publik sering membangun citra diri dengan memanfaatkan media sosial. Aktif menjawab isu dan kejadian dengan jernih, relatif obyektif, dan meskipun sering berseberangan dengan opini lebih besar, tetap pada jalurnya. Dan ini membawa pada kedudukan di tim yang sangat dibutuhkan yang bernama BPIP

Namanya mujur, malah ada gonjang-ganjing soal gaji dan besarannya. Politikus mentah banyak gaya menjadi bahan membangun panggung baru. Namanya semakin moncer dan menjanjikan. Padahal bisa saja hal ini menjadi milik para penghuni panggung tetap yang cerdik memanfaatkan situasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline